Menghadapi situasi ini, Profesor Mu'ti mengadopsi prinsip dasar analisis kebijakan yang menekankan pentingnya partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan.
Pendekatan ini tidak hanya berbicara tentang kebijakan yang dibuat di atas kertas, tetapi tentang keberanian untuk mendengarkan dan beradaptasi dengan realitas yang dihadapi oleh masyarakat dan guru di lapangan.
Sebagai contoh, Mu'ti berusaha untuk mengadakan dialog langsung dengan berbagai asosiasi pendidikan dan kepala sekolah, guna menggali tantangan yang mereka hadapi.
Dalam Good Governance yang dicanangkan oleh Grindle (2004), kebijakan pendidikan yang baik adalah kebijakan yang bisa didengar dan dijalankan oleh semua pihak.
Namun, perjalanan Mu'ti layaknya seorang penjelajah yang terombang-ambing di tengah badai, harus menyeimbangkan kebijakan nasional dengan realitas lokal yang beragam.
Di satu sisi, kebijakan Kurikulum Merdeka dirancang untuk menciptakan pembelajaran yang lebih fleksibel dan berfokus pada kebutuhan siswa. Namun di sisi lain, keterbatasan infrastruktur dan pelatihan guru di daerah yang terpencil kerap membuat kebijakan ini menjadi seperti langit yang sulit dijangkau.
Sebuah sekolah di Sulawesi Tengah bahkan mengungkapkan bahwa hanya 40% dari guru mereka yang memiliki akses untuk mengikuti pelatihan berbasis teknologi. Kekurangan perangkat ini menghalangi implementasi kebijakan yang sudah digariskan (Sari, 2024).
Profesor Mu'ti kini harus menemukan jalan tengah di antara harapan dan tantangan tersebut. Langkah pertama adalah memperkuat pelatihan guru, terutama di daerah yang terisolasi, serta memastikan bahwa teknologi pendidikan tidak hanya bisa diakses oleh sebagian kecil sekolah di kota besar, tetapi juga oleh sekolah-sekolah di seluruh pelosok negeri.
Peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan menjadi penting agar setiap daerah mendapatkan kesempatan yang sama dalam meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
Dengan pendekatan yang berbasis bukti dan mendalam, Mu'ti tampaknya mulai menemukan peta jalan untuk mengatasi rintangan-rintangan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Namun, seperti seorang penjelajah yang terus melangkah meski menemui badai, perjalanan ini membutuhkan ketekunan dan pengorbanan agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar membawa terang bagi masa depan pendidikan Indonesia.