Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berdamai dengan Yogya

12 November 2024   08:32 Diperbarui: 12 November 2024   09:03 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku pikir Yogya ini saksi awal cerita kita. Dari Alun-Alun Selatan sampai kafe-kafe kecil di Sagan, semua sudut kota ini kayaknya penuh tawa kita. Penuh harapan."

"Tapi...?" Aku menyela pelan, setengah takut mendengar jawabannya.

Dia menarik napas, seolah berusaha mengatasi sesuatu. "Tapi waktu kuliah selesai, semuanya... hilang. Dia harus balik ke kotanya. Dan aku harus bertahan di sini, di Yogya. Kita janji buat tetap berjuang, tapi ternyata... nggak seindah itu."

"Dia ninggalin kamu gitu aja?" tanyaku.

"Kurang lebih begitu," Eza menjawab lirih. "Awalnya masih kontak, masih janji ketemu kalau ada waktu luang. Tapi... lama-lama pesannya makin singkat, makin jarang. Sampai akhirnya... ya hilang aja. Satu per satu, perasaan itu memudar, tanpa penjelasan."

Aku merasakan dadaku mengencang. Di balik cangkir kopi, aku menatap Eza yang mencoba tersenyum, tapi ada luka yang terlalu nyata di matanya.

"Aku pikir aku bisa bertahan di sini tanpa dia," lanjutnya. "Tapi Yogya terlalu banyak mengingatkan. Setiap sudut kota ini jadi saksi bisu... dan itu nyakitin, tahu?"

"Hmm... jadi menurutmu, Yogya ini kota yang nyakitin?"

Dia tertawa kecil. "Gimana ya... Kadang iya, kadang nggak. Mungkin tergantung cerita yang kita bawa."

Aku mendengar ucapan Eza seperti sajak dari Jokpin yang pernah kukenal: "Yogya bagi yang datang, sepotong puisi. Bagi yang ditinggalkan, pecahan mimpi."

"Tapi... Yogya nggak salah, Za," aku berkata pelan. "Kadang kita cuma perlu belajar berdamai. Mungkin bukan sama Yogyanya, tapi sama kenangan kita di sini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun