OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pada 7 November 2024, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, mengusulkan penerapan kurikulum yang mencakup literasi keamanan siber pada satuan pendidikan di Indonesia.Â
Usulan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR RI sebagai bagian dari program 100 hari kerja BSSN. Dengan tujuan memperkuat pendidikan di bidang sains dan teknologi, program ini bertujuan meningkatkan literasi digital dan keamanan siber sebagai bagian dari kebutuhan mendesak dalam dunia yang semakin terdigitalisasi.
Pentingnya Literasi Keamanan Siber dalam Pendidikan
Dari perspektif teori pendidikan konstruktivisme, yang dipopulerkan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky, pembelajaran yang relevan dan kontekstual dapat membangun pemahaman yang lebih kuat pada siswa.Â
Mengintegrasikan materi keamanan siber dalam kurikulum akan memungkinkan siswa untuk belajar berdasarkan konteks yang relevan dalam kehidupan sehari-hari, terutama karena penggunaan teknologi semakin mendominasi aktivitas sehari-hari, mulai dari komunikasi, pendidikan, hingga transaksi keuangan.Â
Hal ini sejalan dengan konsep literasi digital yang meliputi kemampuan memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi digital dengan bijak dan aman, serta mengembangkan keterampilan digital yang esensial.
Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite (2023), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai lebih dari 212 juta jiwa, di mana lebih dari 80% dari mereka aktif di media sosial. Di sisi lain, laporan BSSN pada 2022 menunjukkan bahwa kasus kejahatan siber di Indonesia meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih dari 1,6 miliar serangan siber teridentifikasi pada tahun tersebut.Â
Data ini menunjukkan urgensi untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan keamanan siber sejak dini, baik di tingkat sekolah dasar maupun perguruan tinggi.
Implementasi Kurikulum Keamanan Siber: Pendekatan Multidisiplin
Penerapan kurikulum literasi keamanan siber memerlukan pendekatan yang menyeluruh, termasuk keterlibatan kementerian terkait dan dukungan dari tenaga pendidik yang kompeten. Berdasarkan teori connected learning, pengembangan kompetensi keamanan siber dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran seperti teknologi informasi, matematika, dan ilmu sosial melalui pendekatan yang mengaitkan teori dan praktik nyata.Â
Misalnya, siswa dapat diajarkan cara melindungi data pribadi, mengenali risiko online, serta memahami dasar-dasar enkripsi dan post-quantum cryptography yang disebutkan dalam pernyataan Hinsa. Selain itu, seminar atau lokakarya yang diusulkan dapat digunakan untuk memperkaya pembelajaran ini secara langsung melalui diskusi interaktif dan simulasi kasus nyata.
Di negara-negara maju, kurikulum yang mencakup literasi keamanan siber telah diterapkan dengan baik. Sebagai contoh, Australia telah memperkenalkan Cyber Security Curriculum pada sekolah-sekolah sejak 2019, dan Inggris meluncurkan program Cyber Discovery untuk siswa sekolah menengah guna mengidentifikasi dan melatih talenta muda dalam bidang keamanan siber.Â
Pendekatan yang digunakan melibatkan kerja sama antara pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor swasta untuk memastikan bahwa materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan industri dan standar keamanan terbaru.
Tantangan dan Dukungan untuk Implementasi
Tantangan utama dalam mengimplementasikan kurikulum keamanan siber di Indonesia antara lain ketersediaan guru yang memiliki keahlian di bidang keamanan siber serta keterbatasan infrastruktur teknologi di banyak sekolah, terutama di daerah terpencil.Â
Dalam laporan Kemendikbud (2021), kurangnya akses terhadap perangkat teknologi dan internet di banyak daerah menjadi hambatan bagi penerapan kurikulum berbasis digital.
Untuk itu, pendekatan pembelajaran keamanan siber di Indonesia dapat dimulai dengan pelatihan intensif bagi para guru melalui program sertifikasi atau kursus online, yang memungkinkan mereka menguasai konsep-konsep dasar keamanan siber.Â
Program ini dapat melibatkan kolaborasi antara BSSN, Kemenenterian bidang pendidikan, dan sektor industri teknologi untuk memastikan relevansi dan keberlanjutan pembelajaran keamanan siber di sekolah. Selain itu, perlu disusun modul atau sumber belajar yang mudah diakses, baik secara online maupun offline, yang sesuai dengan kebutuhan sekolah-sekolah di daerah dengan keterbatasan akses internet.
Kesimpulan
Usulan BSSN untuk menerapkan kurikulum literasi keamanan siber adalah langkah penting dalam menyiapkan generasi muda yang memiliki keterampilan digital aman dan beretika di era digitalisasi. Dengan menerapkan teori pendidikan yang relevan dan memperhatikan data empiris terkait ancaman siber, penerapan kurikulum ini dapat memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kesadaran dan kemampuan siswa dalam menghadapi risiko keamanan digital.Â
Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada kerja sama lintas sektor, dukungan infrastruktur, serta pengembangan sumber daya pendidik yang mumpuni di bidang keamanan siber.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI