OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apakah metode pembelajaran yang ada saat ini benar-benar menciptakan pemahaman mendalam dan keterampilan nyata bagi siswa?
Di tengah berbagai kritik terhadap Kurikulum Merdeka dan program pendukungnya, Kurikulum berbasis Deep Learning yang digagas oleh Prof. Abdul Mu'ti muncul sebagai alternatif yang mendalam dan inovatif.Â
Kurikulum ini menitikberatkan pada tiga pilar utama: Mind Full Learning, Mining Full Learning, dan Joy Full Learning, yang menekankan pemahaman konten, relevansi praktis, dan pengalaman belajar yang bermakna bagi setiap siswa. Mari kita cermati lebih jauh elemen-elemen ini dan dasar teoretis serta data yang mendukung efektivitasnya.
Mind Full Learning: Diferensiasi Pembelajaran untuk Keberagaman Siswa
Dalam Mind Full Learning, pendekatan pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik unik dan kebutuhan individual siswa. Berdasarkan teori diferensiasi pembelajaran oleh Carol Ann Tomlinson, strategi ini menekankan bahwa guru perlu mengenali keragaman latar belakang, minat, dan kemampuan siswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan bagi setiap individu. Riset menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa sebesar 24% (Tomlinson, 2001).
Di Indonesia, keberagaman sosial, budaya, dan ekonomi memengaruhi cara siswa belajar dan menyerap informasi. Dengan pendekatan ini, Kurikulum Deep Learning memungkinkan guru memahami konteks siswa secara mendalam dan menyesuaikan pembelajaran agar lebih efektif. Program ini bertujuan mengatasi masalah generalisasi dalam pendidikan yang sering kali tidak mempertimbangkan kebutuhan individual siswa dan berfokus pada metode satu ukuran untuk semua.
Mining Full Learning: Memahami Relevansi dan Manfaat Materi Pembelajaran
Mining Full Learning mendorong siswa untuk memahami tujuan dan relevansi praktis dari setiap materi pembelajaran. Berdasarkan teori konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Lev Vygotsky dan dikembangkan oleh Deci dan Ryan dalam Teori Self-Determination, keterlibatan aktif siswa dalam memahami tujuan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi intrinsik mereka. Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengerti relevansi materi memiliki 30% lebih tinggi motivasi untuk belajar secara mendalam dibandingkan dengan yang hanya belajar secara hafalan.
Pendekatan ini mengatasi salah satu masalah utama dalam pendidikan Indonesia, yaitu kecenderungan fokus pada penguasaan konten tanpa mengaitkannya dengan penerapan praktis di kehidupan sehari-hari. Melalui Mining Full Learning, siswa tidak hanya belajar fakta, tetapi juga memahami konteks yang membuatnya relevan dengan kehidupan mereka, menciptakan keterkaitan yang kuat antara pembelajaran dan kenyataan yang dihadapi siswa sehari-hari.
Joy Full Learning: Pengalaman Belajar yang Menarik dan Bermakna
Pembelajaran yang menyenangkan bukan sekadar hiburan; teori Flow dari Mihaly Csikszentmihalyi menegaskan bahwa pembelajaran yang mengalir (flow) dapat membuat siswa sepenuhnya terlibat dalam proses belajar sehingga menghasilkan pengalaman yang memuaskan dan bermakna. Dalam studi yang dilakukan Csikszentmihalyi, siswa yang berada dalam keadaan flow menunjukkan tingkat retensi informasi 60% lebih tinggi dan mengalami peningkatan rasa percaya diri dalam menyelesaikan tantangan intelektual.
Joy Full Learning dirancang agar siswa merasa tertarik dan terlibat dalam proses belajar, menciptakan pengalaman yang menyenangkan sekaligus menantang. Elemen ini berbeda signifikan dengan sistem pembelajaran konvensional yang cenderung monoton dan berbasis ujian. Dengan adanya elemen ini, Kurikulum Deep Learning menghadirkan suasana belajar yang lebih dinamis, mendorong siswa untuk mencintai belajar, bukan sekadar mencapai nilai atau kelulusan.
Keunggulan Kurikulum Deep Learning dalam Mempersiapkan Siswa Menghadapi Tantangan Global
Di tengah tantangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, keterampilan berpikir kritis, analisis, dan pemecahan masalah menjadi hal yang sangat penting. Kurikulum berbasis Deep Learning mempersiapkan siswa dengan keterampilan ini, yang tidak dapat diotomatisasi oleh kecerdasan buatan. Berbeda dengan Kurikulum Merdeka yang menekankan standar kompetensi minimal tanpa memperhatikan variasi konteks, Deep Learning menuntut siswa untuk berpikir lebih kritis dan aplikatif, menyiapkan mereka menghadapi dunia nyata dengan pemahaman yang lebih dalam dan relevan.
Studi menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis pemahaman mendalam dan partisipasi aktif siswa dapat meningkatkan kemampuan analitis sebesar 40% dan keterampilan pemecahan masalah sebesar 35% dibandingkan dengan metode konvensional (Anderson & Krathwohl, 2001). Hasil ini menunjukkan betapa pentingnya kurikulum yang mampu mengembangkan kompetensi yang adaptif dan dinamis.
Selamat Tinggal Kurikulum Merdeka dan Program Pendukungnya
Program seperti Guru Penggerak, yang diperkenalkan bersamaan dengan Kurikulum Merdeka, telah menghadapi kritik karena berfokus pada kepemimpinan administratif daripada substansi pengajaran. Program ini cenderung mencetak "pemimpin" pendidikan yang lebih administratif, sedangkan Deep Learning memfokuskan guru untuk menjadi pemimpin dalam pengajaran, memberdayakan mereka untuk membimbing siswa dalam pemahaman yang mendalam dan bermakna.
Dengan adanya Kurikulum berbasis Deep Learning, kita menyambut era baru pendidikan yang lebih relevan dan mendalam, meninggalkan pendekatan Kurikulum Merdeka yang berbasis hafalan dan standar administratif. Saatnya menyambut sistem yang memprioritaskan keterampilan berpikir kritis, aplikasi praktis, dan kegembiraan belajar, untuk masa depan pendidikan Indonesia yang lebih bermutu dan siap menghadapi tantangan global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H