Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Keadilan Subsidi Energi, Menimbang Kembali Efektivitas BLT untuk Masyarakat Rentan

5 November 2024   20:05 Diperbarui: 6 November 2024   05:27 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: sindonews.com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Rencana pemerintah untuk mengalihkan subsidi energi ke Bantuan Langsung Tunai (BLT) bertujuan agar bantuan lebih tepat sasaran, menyasar masyarakat miskin secara langsung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sekitar 9,54% dari populasi Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.

Sementara itu, menurut Kementerian Keuangan, banyak dari mereka tidak menikmati subsidi BBM karena distribusinya tidak merata, dan seringkali justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang lebih mampu. Namun, meskipun BLT berpotensi meningkatkan efektivitas bantuan, kebijakan ini memicu kekhawatiran baru.

Penghapusan subsidi BBM, yang selama ini menjadi penopang daya beli masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah, dapat berdampak luas pada stabilitas ekonomi kelas pekerja. Inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM akan memengaruhi harga bahan pokok dan layanan transportasi, yang pada akhirnya menekan daya beli kelompok masyarakat rentan, khususnya pekerja formal dengan gaji pas-pasan.

Secara teori, subsidi energi umum memiliki dua fungsi utama: menekan biaya hidup dan menjaga daya beli masyarakat. Menurut teori ekonomi Keynesian, subsidi jenis ini mengurangi biaya dasar secara langsung, yang memungkinkan rumah tangga untuk mengalokasikan penghasilan mereka pada kebutuhan lain, sehingga menjaga kesejahteraan secara makroekonomi.

Subsidi energi juga berfungsi sebagai buffer atau penyangga ekonomi untuk menjaga stabilitas harga ketika terjadi fluktuasi biaya energi global. Dengan adanya subsidi ini, inflasi dapat diredam dan efeknya tidak langsung berimbas pada masyarakat kelas menengah ke bawah.

Namun, subsidi yang bersifat menyeluruh memang tidak sepenuhnya efisien karena cenderung dinikmati oleh kelompok berpenghasilan tinggi juga.

Dengan demikian, teori targeted welfare mengusulkan agar subsidi diarahkan langsung kepada mereka yang sangat membutuhkan, melalui program seperti BLT.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa konsumsi BBM bersubsidi mencapai hampir 40% dari total kebutuhan BBM nasional. Subsidi ini selama bertahun-tahun menekan harga bahan bakar di dalam negeri.

Menghapus subsidi ini akan meningkatkan harga barang kebutuhan pokok secara menyeluruh, yang diperkirakan berdampak pada kenaikan inflasi hingga 3--5% dalam beberapa bulan pertama.

Dalam penelitian oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, kenaikan harga BBM sebesar 10% saja dapat memicu peningkatan angka kemiskinan sekitar 0,5--0,7% secara nasional.

Artinya, penghapusan subsidi energi akan berdampak lebih signifikan pada masyarakat kelas pekerja yang sudah berada di garis batas kemiskinan, seperti ASN golongan rendah dan ASN yang terpapar utang untuk mencukupi kebutuhan dasar, seperti membangun atau membeli rumah. Kelompok ini tidak termasuk dalam kriteria penerima BLT, sehingga tidak akan menerima bantuan untuk mengompensasi kenaikan harga-harga.

BLT memang mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat miskin, namun tidak menjangkau kelompok rentan lainnya. Pekerja formal dengan penghasilan tetap namun rendah, misalnya, terancam oleh kenaikan biaya hidup yang tidak diimbangi dengan bantuan.

Menurut survei dari World Bank dan Bank Indonesia, banyak pekerja formal dengan gaji di bawah UMR mengalami tekanan finansial karena peningkatan biaya hidup, terutama dalam hal transportasi dan kebutuhan dasar lainnya.

Lebih dari itu, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa lebih dari 30% ASN di beberapa daerah memiliki utang di bank, yang sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan.

Jika subsidi umum dihapus tanpa adanya bantuan tambahan bagi mereka, kelompok ini berpotensi terdorong lebih jauh ke jurang kemiskinan.

Untuk menciptakan kebijakan yang lebih adil, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi subsidi kombinasi atau tiered subsidy di mana subsidi BBM tidak dihapus seluruhnya, tetapi diberikan dengan batasan tertentu kepada kelompok berpendapatan rendah dan menengah.

Kebijakan subsidi kombinasi ini dapat dijalankan dengan dasar data ekonomi terbaru, yang mencakup profil penghasilan dan kebutuhan energi masyarakat di setiap daerah. Model ini memungkinkan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga kebutuhan dasar sambil tetap memberikan bantuan langsung bagi masyarakat yang benar-benar miskin.

Sebagai alternatif, pemerintah dapat mempertimbangkan penyesuaian kriteria penerima BLT yang mencakup pekerja berpenghasilan rendah, termasuk ASN golongan rendah atau ASN yang terpapar utang. Pendekatan ini akan lebih efektif untuk memastikan kesejahteraan yang lebih luas di masyarakat.

Penghapusan subsidi energi dan konversi ke BLT adalah langkah yang dapat memberikan dampak positif jika dilakukan dengan tepat sasaran. Namun, perlu diingat bahwa keputusan ini akan memengaruhi daya beli kelompok masyarakat yang rentan.

Melalui pendekatan subsidi kombinasi atau bantuan yang lebih inklusif, kebijakan subsidi energi dapat lebih adil, tidak hanya bagi masyarakat miskin, tetapi juga bagi kelompok pekerja yang turut menopang ekonomi nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun