OLEH: Khoeri Abdul Muid
Malam itu, rumah Cik T di pinggiran kota terasa lebih hidup dari biasanya. Angin malam Minggu membawa aroma panggangan yang menggoda, tawa dan canda memenuhi halaman belakang. Para tamu yang datang tahu mereka akan disuguhi malam penuh kebersamaan dan keseruan.
Di halaman belakang, Jo dan Ajeng, dua chef andal malam itu, sibuk memanggang daging, sosis, dan burger. Tapi, rupanya, tidak semudah itu dua koki berbeda karakter bekerja sama. Jo ingin bumbunya pedas, sementara Ajeng lebih suka rasa smoky yang natural.
Mereka pun mulai adu argumen kecil-kecilan tentang cara terbaik memanggang daging, sementara yang lain menyaksikan adu masak mereka dengan tawa dan sorakan.
Di sudut lain halaman, Mas Eko dan Henric bersiap di meja pingpong, sambil sesekali melirik panggangan untuk memastikan kapan makanan siap disantap. Namun, persahabatan mereka diuji ketika permainan mulai memanas. Mereka punya rivalitas lama soal pingpong sejak masa kuliah, dan malam itu, semua rasa saingan lama itu kembali muncul.
Pukulan demi pukulan semakin intens, diiringi sorakan dari penonton yang menambah panas suasana. Mereka bahkan sesekali saling melontarkan sindiran hingga suasana hampir tegang, sebelum akhirnya terpecah tawa saat bola pingpong mereka tersangkut di panggangan!
Namun, di tengah semua keriuhan itu, ruang tamu rumah Cik T berubah jadi suasana yang serius. Laptop yang menyala menayangkan sesi PKM (Pengabdian Kepada Masyarakat) internasional bersama narasumber Dr. Chati Atman, Ph.D. Topik kolaborasi internasional yang dibawakannya awalnya terasa berat bagi sebagian tamu yang ingin bersantai.
Tapi, perlahan-lahan, topik menarik ini justru memancing perhatian mereka. Satu per satu ikut menunduk serius, mendengarkan, dan kadang-kadang ikut menimpali, meski ada beberapa yang terlihat agak terganggu karena suasana yang lebih formal ini.
Di tengah dilema ingin menikmati malam santai atau fokus mendengarkan sesi PKM, sang tuan rumah akhirnya menawarkan kompromi: siapa pun yang ingin mendengarkan diskusi serius, bisa pindah ke ruang tamu.
Mereka yang ingin lebih santai bisa tetap di halaman belakang. Semua kembali rileks, dan momen-momen kecil ini menambah warna tersendiri di acara bakar-bakaran malam itu.