Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kolak yang Menggoda

27 Oktober 2024   20:16 Diperbarui: 27 Oktober 2024   21:48 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Matahari sore menggantung rendah di langit Jakarta, memancarkan cahaya keemasan yang menerpa jalanan di kawasan Mangga Besar. Aroma manis dan gurih menyatu di udara, menarik perhatian siapa saja yang lewat. Kolak viral yang menjanjikan rasa autentik ini berhasil menarik kerumunan besar, termasuk seorang YouTuber Korea bernama Lisa Choi, yang penasaran akan rasa kuliner Indonesia yang satu ini.

Sejak pukul 14.38 WIB, Lisa dan suaminya, Daniel, sudah berdiri di antrean. Mereka menyaksikan bagaimana kerumunan semakin padat, seolah-olah kolak yang dijajakan menjadi objek rebutan. Suasana semakin riuh dengan teriakan dan tawa, menciptakan suasana yang mirip dengan festival.

"Yedeura! Kalian harus coba ini," seru Lisa sambil merekam momen tersebut. Di balik senyumnya, ada rasa gugup yang tak bisa ditutupi. Daniel memperhatikan orang-orang di sekelilingnya dengan wajah cemas. "Aku tidak suka kerumunan seperti ini," ujarnya.

Setelah menunggu lebih dari satu jam, gerobak kolak yang dinanti-nanti akhirnya muncul. Dalam sekejap, suasana tenang seketika berubah menjadi chaos. Orang-orang berdesakan, berusaha mendekati gerobak seolah itu adalah harta karun yang tak ternilai. Daniel berusaha menahan Lisa agar tidak terpisah darinya, namun kerumunan itu terlalu padat.

"Kita harus dapatkan kolaknya, Daniel!" teriak Lisa, bersemangat.

"Aku akan menjagamu," jawab Daniel, mengerutkan dahi. "Tapi kita harus hati-hati."

Setelah perjuangan yang melelahkan, mereka akhirnya berhasil mendapatkan tiga bungkus kolak seharga Rp 54.000. "Kita berhasil!" seru Lisa, wajahnya bersinar penuh kemenangan.

Namun, saat mereka mulai mencicipi kolak itu, ekspresi wajah mereka berubah.

"Oh, begini rasa kolak yang asli," kata Lisa, sambil menelan suapan pertama. "Tapi, ini terlalu manis buatku!"

Daniel hanya mengangguk setuju, menambahkan, "Aku lebih suka yang lebih seimbang rasanya. Ini terasa seperti makanan penutup yang terlalu berani."

Lisa tertawa kecil. "Mungkin kita harus menambahkan sedikit garam untuk menyeimbangkannya?"

Di tengah keramaian dan hiruk-pikuk, Lisa merasakan ketidaknyamanan yang mendalam. Ada sesuatu di dalam kerumunan yang terasa lebih dari sekadar pencarian kolak. Dia tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang menggelayuti hatinya. Suasana gembira di sekelilingnya terasa menyesakkan, seolah ada yang mengintai di balik tawa.

Sekonyong-konyong, suara keributan terdengar. Beberapa orang terjatuh, mengakibatkan kepanikan. Lisa dan Daniel berpegangan erat, menyaksikan kerumunan yang semula bersenang-senang kini menjadi kacau. Munculnya seorang lelaki berkaos hitam yang mengacungkan ponsel memicu kebingungan. Dia berteriak, "Ada yang hilang! Siapa yang mencuri ponselku?!"

Salah seorang wanita di dekat mereka berteriak, "Tolong, jangan buat keributan! Kita sudah berdesakan di sini!"

Lisa menatap Daniel, bibirnya bergetar. "Daniel, kita harus pergi dari sini."

"Tapi aku tidak bisa kehilanganmu," jawab Daniel, suara ketakutannya mulai terdengar. "Tunggu aku!"

Di tengah kegelapan kerumunan, Lisa merasakan lonjakan adrenalin. Dia berteriak, "Daniel! Di mana kamu?"

"Di sini!" teriak Daniel, berusaha menjangkau tangan Lisa. "Ayo, kita cari jalan keluar!"

Saat mereka berusaha menembus kerumunan, suara teriakan semakin keras. "Tolong! Jangan dorong-dorong!"

Lisa merasakan getaran di dalam dirinya. "Daniel, ini bukan hanya tentang kolak lagi, ini berbahaya!"

"Jangan panik! Kita bisa melewatinya," Daniel berusaha menenangkan, tetapi kepanikan sudah menyebar ke seluruh kerumunan.

Dalam keramaian yang semakin menggila, di mana orang-orang saling menatap dengan ketidakpastian, Lisa terjebak di antara suara tawa dan tangisan. Di mana Daniel? Akankah mereka bertemu lagi?

Mereka berdua berusaha saling mencari, namun kerumunan semakin memisahkan. Dalam kekacauan itu, Lisa berteriak, "Aku mencintaimu, Daniel! Apa pun yang terjadi, jangan pernah berhenti mencari!"

Suara Daniel yang bergetar menyahut dari jauh, "Aku di sini, Lisa! Aku tidak akan pergi tanpa kamu!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun