Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Harapan di Tengah Badai

25 Oktober 2024   18:12 Diperbarui: 25 Oktober 2024   18:15 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

"Benarkah secangkir kopi bisa jadi penyelamat?"

Pertanyaan itu berputar di kepala Raka setiap pagi, saat aroma kopi menguar di dapur kecilnya. Setiap tetes pahit yang mengalir di cangkirnya terasa seperti pengingat akan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang samar namun mendesak. 

Raka, seorang pemuda awal tiga puluhan dengan wajah tenang dan mata penuh harapan, selalu percaya bahwa tubuhnya adalah mesin yang kuat, tak tergoyahkan. Namun, akhir-akhir ini, ia kerap merasakan dadanya sesak, nyeri di pundak, dan denyut tak beraturan di pergelangan tangannya.

Semuanya bermula sekitar sebulan lalu, ketika keluhan demi keluhan muncul tanpa sebab jelas. Saat akhirnya ia ke dokter, saran pertama yang ia dengar adalah serangkaian pemeriksaan lebih lanjut. Sang dokter, dengan tatapan serius, menyebutkan kemungkinan risiko kardiometabolik --- penyakit jantung, diabetes, dan segala ketakutan yang mulai menyusup dalam tidurnya. Namun di tengah kecemasan itu, sebuah artikel yang baru saja ia baca memberinya sedikit secercah harapan.

Disebutkan bahwa kafein, dalam jumlah tertentu, ternyata dapat mengurangi risiko penyakit-penyakit ini. Tiga cangkir sehari, hanya itu yang perlu ia lakukan. Sejak saat itu, Raka mulai disiplin menjaga jumlah cangkir kopinya, berharap kafein bisa menjadi pelindungnya.

Di minggu kedua rutinitas barunya, konflik mulai muncul antara dirinya dan Naira, kekasihnya yang telah menemaninya sejak masa kuliah. Naira, yang semula mencoba mendukung, mulai khawatir dengan obsesinya. "Kamu pikir kopi saja bisa jadi jawaban buat semua masalah kesehatanmu?" tukas Naira suatu sore. Mereka berdebat, Naira mempertanyakan keyakinan Raka yang menurutnya terlalu bergantung pada hasil penelitian tanpa memperhatikan hal-hal mendasar, seperti pola makan dan olahraga.

"Ini bukan cuma soal kopi, Naira," Raka berusaha meyakinkan. "Ini tentang sesuatu yang bisa kuandalkan setiap hari, sesuatu yang nyata dan ilmiah. Kamu tahu, kan? Penelitian terbaru membuktikan ini bisa mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes."

"Tapi kamu bukan cuma data statistik, Raka," balas Naira dengan nada gusar. "Kamu butuh keseimbangan, bukan sekadar kopi yang menjadi 'penyelamat' setiap hari. Kamu masih muda. Lakukan hal yang lebih dari sekadar menggantungkan diri pada kafein."

Perkataan Naira menghantui Raka, membuat keyakinannya goyah. Di satu sisi, ia takut kehilangan pegangan yang sudah ia yakini sebagai 'penjaga' kesehatannya; di sisi lain, ketakutan yang menghantuinya tak begitu saja hilang. Kopi telah menjadi pelariannya sekaligus penopangnya di tengah badai keraguan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun