OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apakah kita sudah benar-benar memahami makna linieritas dalam pendidikan guru di Indonesia?
Di tengah hiruk-pikuk diskusi tentang pendidikan, satu pertanyaan mendasar selalu muncul: apa sebenarnya tujuan dari pendidikan itu sendiri? Dalam konteks pendidikan guru, terutama di tingkat sekolah dasar, linieritas seharusnya menjadi prinsip yang jelas dan tegas. Namun, kenyataannya, kita sering kali melihat ketidakcocokan yang mencolok antara kualifikasi guru dan tuntutan mata pelajaran yang mereka ajarkan. Di sinilah kita mulai memasuki ranah filsafat pendidikan, yang mendorong kita untuk merenungkan nilai-nilai dan tujuan mendasar dari proses belajar mengajar.
Dari perspektif filsafat pendidikan, pendidikan ideal adalah tentang membentuk karakter dan potensi individu agar dapat berkontribusi pada masyarakat. Namun, bagaimana mungkin kita dapat membentuk generasi yang cerdas dan kritis jika guru yang mengajar mereka tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang materi yang diajarkan? Ketidakselarasan ini menciptakan situasi di mana pendidikan menjadi mekanisme formalitas belaka---guru yang tidak terlatih mengajarkan materi yang tidak mereka kuasai, sementara siswa terjebak dalam siklus pembelajaran yang tidak efektif.
Politik pendidikan juga berperan penting dalam membentuk linieritas ini. Kebijakan yang tidak mencerminkan realitas di lapangan dapat menghasilkan ketidakadilan dalam akses terhadap pendidikan berkualitas. Pemerintah sering kali menghadapi tekanan untuk memenuhi kebutuhan jumlah guru, mengabaikan kualitas dan kompetensi yang seharusnya menjadi prioritas utama. Dalam banyak kasus, keputusan ini dibuat tanpa melibatkan suara dari guru itu sendiri, menciptakan jarak antara kebijakan dan praktik nyata di sekolah. Dalam konteks ini, kita harus bertanya: siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan oleh kebijakan pendidikan yang ada?
Teori pendidikan progresif, yang menekankan pentingnya pengalaman dan pembelajaran aktif, juga relevan dalam diskusi ini. Seorang guru tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi sebagai fasilitator yang membantu siswa menjelajahi pengetahuan. Namun, jika guru tidak memiliki pengetahuan yang memadai, maka mereka tidak dapat menjalankan peran ini dengan baik. Ini menunjukkan perlunya pelatihan berkelanjutan dan dukungan profesional untuk guru, agar mereka dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengajar berbagai bidang studi.
Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk menuntut perubahan. Kita harus mendorong kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan sistem yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan guru. Hal ini tidak hanya mencakup pendidikan formal, tetapi juga peluang untuk belajar dari praktik terbaik dan inovasi di dunia pendidikan.
Dalam konteks ini, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai pemimpin masa depan, dapat berperan penting dalam mengatasi masalah linieritas dalam pendidikan. Keduanya memiliki platform untuk mendorong kebijakan pendidikan yang lebih responsif terhadap kebutuhan di lapangan. Prabowo, dengan latar belakang politiknya yang kuat, dapat memperjuangkan anggaran yang lebih besar untuk pelatihan guru dan program sertifikasi yang ketat, memastikan bahwa guru tidak hanya memenuhi syarat administrasi, tetapi juga memiliki kompetensi yang sesuai.
Sementara itu, Gibran, yang memiliki keterikatan dengan generasi muda dan dunia usaha, dapat mendorong inovasi dalam pendidikan, termasuk penggunaan teknologi untuk pembelajaran yang lebih efektif. Dengan memanfaatkan pengalaman sektor swasta dan mendengarkan masukan dari para guru, Gibran dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan efektif.
Kembali kepada khittah pengertian linieritas, mari kita menuntut lebih dari sekadar memenuhi syarat administrasi. Mari kita ciptakan lingkungan di mana setiap guru dapat mengajar dengan keyakinan, setiap siswa dapat belajar dengan semangat, dan setiap kebijakan pendidikan mencerminkan komitmen kita terhadap masa depan yang lebih baik.
Apakah kita siap untuk memperjuangkan perubahan ini? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti: masa depan pendidikan kita tergantung pada keputusan dan tindakan yang kita ambil hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H