OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Kenapa aku tidak bisa mengaum?" Si Putih merenung sambil menatap jauh keluar jendela. Setiap kali ia mendengar suara gemuruh dari hutan di kejauhan, perasaan penasaran merayap di hatinya. Suara auman harimau yang kuat dan menggelegar itu selalu membuat bulu-bulu di tubuhnya berdiri tegak. "Aku juga kucing, kan? Lalu kenapa aku hanya bisa mendengkur atau mengeong?"
Si Putih sering merasa bahwa suaranya terlalu lembut, tidak seperti sepupunya di hutan---harimau, singa, dan macan tutul---yang bisa mengaum dengan gagah. Sementara itu, Si Putih hanya bisa mendengkur halus saat nyaman atau mengeong kecil saat lapar. Ia ingin tahu, apakah ada sesuatu yang salah dengannya? Atau mungkin, ada alasan mengapa kucing rumahan sepertinya tak bisa mengaum.
Suatu malam, rasa ingin tahu Si Putih tak lagi tertahan. Ia memutuskan untuk mencari jawaban. Dengan langkah hati-hati, ia meninggalkan rumah dan melangkah menuju hutan lebat, tempat saudara-saudaranya yang besar tinggal. Di sana, mungkin ia akan menemukan jawaban atas pertanyaan yang terus menghantuinya.
Di tengah hutan, Si Putih bertemu seekor singa besar yang duduk di atas batu tinggi, menatap langit. Singa itu mendongak saat menyadari kehadiran Si Putih.
"Kenapa kau datang ke sini, kucing kecil?" tanya singa itu, suaranya bergemuruh seperti petir di kejauhan.
"Aku ingin tahu, mengapa aku tidak bisa mengaum seperti kau?" jawab Si Putih dengan nada penuh rasa penasaran.
Singa itu tersenyum bijak, lalu berkata, "Mari, aku akan menunjukkan sesuatu." Dengan satu gerakan halus, singa itu memanggil seekor harimau yang tengah melintas. "Lihat tenggorokan kami," katanya sambil membuka mulutnya lebar-lebar, memperlihatkan bagian dalam tenggorokannya.
"Di sini, di leher kami, ada tulang rawan yang disebut hyoid," jelas singa itu. "Tulang ini yang memungkinkan kami menurunkan kotak suara kami dan menghasilkan suara yang dalam dan kuat. Tapi kau, kucing rumahan, memiliki hyoid yang berbeda, lebih kaku. Itu sebabnya kau bisa mendengkur, tapi tidak mengaum."
Si Putih terdiam sejenak, lalu bertanya, "Lalu apa gunanya mendengkur, kalau tidak bisa mengaum seperti kalian?"
Harimau yang sejak tadi diam mulai berbicara, "Mengaum membuat kami terdengar menakutkan, untuk mempertahankan wilayah dan menunjukkan kekuatan. Tapi mendengkur... itu adalah kekuatanmu sendiri. Kau memberikan ketenangan dan rasa aman bagi mereka yang dekat denganmu. Dengkuranmu membawa kedamaian."
Si Putih tertegun. Selama ini, ia selalu iri pada auman yang gagah, tapi tak pernah menyadari bahwa suaranya sendiri memiliki kekuatan berbeda.
"Kau benar," gumam Si Putih. "Aku mungkin tidak bisa mengaum, tapi dengan mendengkur, aku bisa membuat dunia di sekitarku lebih tenang."
Dengan hati yang lebih ringan, Si Putih pulang ke rumah. Malam itu, ia mendengkur lembut di pangkuan pemiliknya, menyadari bahwa meskipun suaranya tidak keras dan menakutkan, suaranya membawa kebahagiaan dan kenyamanan yang tak ternilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H