Dalam perspektif teori simbolisme politik, makan malam ini juga merupakan bukti kuat dari kelanjutan sebuah tradisi politik yang berusaha memastikan stabilitas. Sebagaimana dijelaskan oleh Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana, "kebersamaan antar dua pemimpin bangsa ini sangat diperlukan untuk memastikan proses transisi pemerintahan berjalan dengan baik dan lancar."
Masa transisi adalah momen kritis dalam setiap pemerintahan, dan dalam hal ini, simbolisme kebersamaan serta kesatuan di tengah perubahan membawa pesan besar bagi rakyat.
Lebih jauh lagi, dari perspektif teori kepemimpinan, pertemuan ini menunjukkan bahwa kekuasaan tidak selalu dipindahkan melalui kekerasan atau konflik, melainkan bisa melalui dialog dan kesepahaman. Hal ini mencerminkan pendekatan kepemimpinan transformasional, di mana kedua pemimpin bekerja sama untuk mewujudkan visi yang lebih besar untuk bangsa.
Kebersamaan ini menjadi simbol penting dalam memimpin sebuah bangsa menuju masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Sementara itu, makan malam ini juga menunjukkan sisi lain dari teori komunikasi interpersonal. Pertemuan di ruang privat memungkinkan diskusi yang lebih terbuka dan tanpa batasan formalitas, di mana kedua pemimpin dapat berbicara dari hati ke hati, tanpa tekanan media atau pandangan publik.
Komunikasi informal ini memiliki kekuatan untuk menjembatani perbedaan, memupuk kepercayaan, dan mengarahkan transisi pemerintahan secara halus.
Akhirnya, pertemuan ini menjadi cerminan simbolis dari kesinambungan, kebersamaan, dan kekuatan politik yang seimbang.
Sebuah dialog yang, meskipun tidak dipublikasikan dalam detail, tetap membawa pesan kuat tentang masa depan bangsa yang stabil di tengah perubahan besar.