Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tiga Cewek Yold dan Filosofi Kehidupan: Sebuah Renungan

4 Oktober 2024   19:49 Diperbarui: 4 Oktober 2024   21:07 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Hidup, seperti roda yang terus berputar, membawa kita dari satu fase ke fase lainnya. Tiga cewek yold (young old)---yang usianya berkisar antara 60 hingga 73 tahun---menyadari bahwa meski usia terus bertambah, jiwa mereka tetap menyala dengan semangat muda. Mereka telah menempuh jalan hidup yang berbeda, dengan pergulatan masing-masing. Namun, ada benang merah yang menyatukan pengalaman mereka: fluktuasi antara masalah dan solusi, yang datang silih berganti, seperti gelombang kehidupan yang tak pernah sepenuhnya tenang.

Filsafat Stoikisme mengajarkan bahwa hidup adalah tentang bagaimana kita menghadapi apa yang tidak bisa kita kendalikan dengan sikap tenang dan menerima. Di usia mereka, ketiga perempuan ini telah menginternalisasi pelajaran tersebut. Di ujung perjalanan hidup, ketika tiba saatnya menghadapi kehidupan "sorangan"---sendirian---mereka tidak gentar. Bagi mereka, hidup ini adalah tentang keteguhan, tentang bagaimana tetap tegak dan otonom dalam menghadapi apa pun yang datang. Resiliensi---kemampuan untuk bangkit kembali setelah jatuh---telah menjadi senjata utama mereka.

Dua dari mereka sudah memasuki usia purna kerja. Satu memilih untuk tetap berkarya, mengisi hari-hari dengan kreativitas, sementara yang lain memutuskan untuk tetirah, menikmati waktu istirahat setelah berpuluh tahun bekerja. Ini adalah contoh dari kebebasan eksistensial Sartrean, di mana setiap individu berhak memilih makna hidupnya sendiri. Yang satu masih berkarya, yang lain memilih ketenangan. Dalam filsafat, tidak ada pilihan yang benar atau salah; semuanya tentang otentisitas---tentang bagaimana hidup sesuai dengan keinginan batin.

Mereka juga memiliki kesamaan lain: sama-sama lahir di bulan Juli---mereka adalah Julier dengan sifat-sifat yang khas. Ada yang sensitif, mudah baper (terbawa perasaan), ada yang keras kepala, dan ada yang penuh kemauan. Namun, yang paling menonjol adalah kesetiaan mereka. Kesetiaan adalah nilai yang tidak lekang oleh waktu, sesuatu yang, dalam perspektif agama, mencerminkan keteguhan iman dan komitmen. Kesetiaan mereka bukan hanya pada persahabatan, tetapi juga pada jalan hidup yang mereka pilih dan perjuangkan.

Meskipun usia telah lanjut, hal-hal kecil seperti lupa menjadi bagian dari keseharian mereka. Seperti drama sebelum pertemuan di mana salah satu dari mereka tersesat karena alamat yang keliru, atau saat mereka sulit mengingat nama dessert vla dan akhirnya menyebutnya kucrut-kucrut. Ini mengingatkan kita pada fenomena senility---kemunduran ingatan yang alami di usia senja. Tetapi mereka tidak membiarkan hal itu membuat mereka jatuh. Mereka tertawa bersama, menertawakan kelemahan manusiawi mereka. Tawa ini adalah ekspresi dari sikap Zen yang mengajarkan kita untuk menerima hidup apa adanya, tanpa berusaha melawan arus perubahan yang tak terhindarkan.

Dalam setiap cerita yang mereka ulang-ulang, dalam setiap kesalahan menyebut nama anak atau dalam kebingungan mereka mencari kata yang tepat, ada keindahan dari kebersamaan dan penerimaan. Salah satu dari mereka bahkan bercanda, "Otakku tinggal dikit nih!"---mengakui kelemahan tanpa rasa malu, seolah mengatakan bahwa hidup, pada akhirnya, bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang keberanian untuk terus bergerak maju, meski dengan langkah yang goyah.

Di tengah karaoke dengan suara cemengkleng, dalam perjalanan dolan (jalan-jalan), dan wisata kuliner, ketiga cewek yold ini menyambut setiap hari dengan penuh sukacita dan kasih. Agama mengajarkan kita tentang syukur---dan mereka, dengan segala keterbatasan usia, tetap bersyukur atas setiap momen yang masih bisa mereka jalani bersama. Setiap tawa dan canda, setiap perjalanan ke masa lalu dan rencana kecil di masa depan, adalah wujud nyata dari iman dan cinta yang terus mereka pelihara.

Dalam terang agama, iman mereka adalah fondasi, sementara dalam pandangan filsafat, pilihan hidup mereka adalah pernyataan kebebasan. Mereka telah lama melangkah di jalan kehidupan, tetapi tidak pernah kehilangan optimisme. Masa depan mungkin tampak tidak pasti, tetapi mereka tahu bahwa masih ada banyak hal untuk dinikmati---masih ada ruang untuk bersenang-senang, berbagi tawa, dan menikmati keindahan hidup bersama.

Hidup mereka, meskipun tampak sederhana, adalah kisah yang penuh hikmah. Mereka telah mengajarkan kita bahwa usia hanyalah angka, dan semangat hidup, iman, serta kasih sayang kepada sesama adalah hal yang abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun