Sejarah mencatat bahwa negara-negara yang gagal menjaga kemurnian ideologinya, seperti beberapa negara di Timur Tengah, menghadapi kekacauan akibat hilangnya kesatuan dalam memegang prinsip-prinsip dasar. Sebaliknya, negara-negara yang berhasil mempertahankan ideologi yang jelas dan murni, seperti Jepang dengan semangat bushido-nya, menunjukkan bahwa mereka memiliki fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman.
Refleksi ini mengajak kita untuk mengingat kembali pentingnya Pancasila dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya sebagai sebuah ideologi, tetapi sebagai identitas kolektif bangsa. Dalam hal ini, penghapusan istilah "empat pilar" oleh Mahkamah Konstitusi harus dilihat sebagai panggilan untuk kembali kepada esensi ideologi negara kita. Pancasila bukan hanya panduan moral dan etika; ia adalah jiwa dari seluruh eksistensi bangsa.
Dengan demikian, mari kita renungkan: apakah kita siap mempertahankan Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara yang tak boleh disamakan dengan pilar lain? Hanya dengan menghormati dan menegakkan ideologi yang murni, kita, sebagai bangsa, akan mampu berdiri tegak dan kokoh di hadapan tantangan zaman, serta terhindar dari bahaya yang mengancam persatuan dan kesatuan. Dalam konteks ini, G30S/PKI seharusnya menjadi pelajaran berharga yang terus kita ingat dan renungkan dalam upaya menjaga Pancasila sebagai fondasi negara yang abadi.