OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pagi itu, mentari baru saja menyapa halaman SD Negeri Kurniakayangan 02. Suasana cerah, namun di dalam ruang guru, ada percikan semangat yang lebih cerah lagi. Pak Kamzodinata, kepala sekolah yang dikenal tegas namun hangat, baru saja selesai berbicara di depan para guru dan perwakilan orang tua.
"Pak, sudut baca di setiap kelas? Menarik, tapi sepertinya butuh banyak biaya," kata Bu Lina, salah satu guru kelas 3, penuh kebimbangan.
Pak Kamzodinata tersenyum. "Saya yakin, kita bisa mulai dari yang sederhana. Tidak perlu langsung besar. Kita bisa manfaatkan apa yang ada."
Pak Wira, salah satu orang tua murid, mengangkat tangan. "Saya punya beberapa kayu bekas di rumah, mungkin bisa kita buat jadi rak buku?"
Semua mata menoleh ke arah Pak Wira. Usulannya seketika membawa semangat baru. "Wah, itu ide bagus, Pak Wira!" sambut Bu Lina, perwakilan komite sekolah.
"Dengan semangat Ukhuwah, apa pun bisa kita lakukan," lanjut Pak Kamzodinata dengan mantap. "Gotong-royong adalah kuncinya."
Semua yang hadir langsung setuju. Dalam seminggu, rencana gotong-royong pun diputuskan. Pada hari yang telah ditentukan, orang tua, guru, dan bahkan beberapa siswa berkumpul di halaman sekolah. Sudut-sudut kelas yang sebelumnya biasa saja kini mulai dihiasi rak-rak buku sederhana dari kayu bekas yang dipoles dengan penuh cinta. Buku-buku mulai mengisi rak, ada yang sumbangan, ada pula yang dibeli dari hasil iuran seribu rupiah setiap Jumat.
Suasana sekolah berubah. Anak-anak kini tak hanya berlari-larian saat jam istirahat. Mereka terlihat duduk di sudut baca, asyik dengan buku di tangan.
Satu sore, Bu Lina menghampiri Pak Kamzodinata yang sedang duduk di teras sekolah, menatap ke arah anak-anak yang sedang membaca.