Oleh: Khoeri Abdul Muid
Pagi itu, suasana di SD Negeri Kurniakayangan 02 terasa berbeda. Di sudut ruangan, Pak Kamzodinata, sang kepala sekolah, tengah memeriksa daftar program baru yang siap dijalankan. Program itu bernama "Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Budaya Literasi Digital." Pak Kamzodinata tahu, anak-anak zaman sekarang sudah akrab dengan teknologi, tapi mereka masih perlu diarahkan untuk menggunakan teknologi dengan bijak.
"Pak, program literasi digital kita mulai hari ini?" tanya Pak Anton, salah satu guru.
Pak Kamzodinata tersenyum. "Iya, Pak Anton. Hari ini kita mulai dengan kegiatan Kids Vlogger."
Di ruang kelas 5, para siswa sudah bersiap. Mereka tampak bersemangat saat Pak Anton menjelaskan kegiatan pertama mereka: membuat vlog tentang lingkungan sekitar sekolah.
"Ayo, kita bentuk kelompok. Tugasnya ada yang jadi vlogger, ada yang jadi kameramen, dan yang lainnya membantu menyusun skenario," ujar Pak Anton.
Salah satu kelompok yang terdiri dari empat siswa, yaitu Rani, Fira, Andi, dan Dani, tampak paling antusias. Mereka memutuskan untuk membuat vlog tentang Gedung Eks Karesidenan Pati yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Rani berperan sebagai vlogger, Fira sebagai sutradara, Andi sebagai kameramen, dan Dani bertugas mengatur alur cerita.
Setelah merancang konsep dan mempersiapkan peralatan sederhana, mereka pergi ke lokasi. Rani, meski awalnya gugup, akhirnya bisa berbicara dengan lancar di depan kamera. "Hai teman-teman! Hari ini, kami akan mengenalkan Gedung Eks Karesidenan Pati, tempat bersejarah di Pati!"
Setelah beberapa pengambilan gambar, kelompok Rani berhasil menyelesaikan vlog mereka. Pak Anton memuji kerja keras mereka dan meminta mereka mengunggah vlog tersebut di akun media sosial masing-masing. "Jangan lupa, teman-teman! Komentar yang positif, ya," kata Pak Anton sambil tersenyum.
Tak hanya vlog, program literasi digital ini juga mengajak siswa untuk menulis opini dan puisi. Pak Kamzodinata berharap, melalui program ini, siswa tak hanya pandai menggunakan teknologi, tapi juga bisa belajar menyampaikan pendapat dengan baik dan bijak.
Beberapa minggu kemudian, hasilnya mulai terlihat. Para siswa tak lagi menggunakan gadget hanya untuk bermain. Mereka lebih sering membuat vlog, menulis opini, dan mengunggah puisi mingguan. Bahkan, komentar yang muncul di akun media sosial mereka semakin positif dan membangun.
Dalam menerapkan program ini, Pak Kamzodinata teringat akan ajaran agama yang mengedepankan etika dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi. Bahwa seseorang yang tidak memiliki akhlak yang baik, tidak ada manfaatnya ilmunya. Ajaran ini menekankan pentingnya karakter baik dan etika dalam menyampaikan pengetahuan, termasuk dalam penggunaan teknologi.
Di akhir semester, Pak Kamzodinata merasa bangga melihat perubahan yang terjadi di sekolahnya. "Anak-anak kita bukan hanya melek teknologi, tapi juga punya karakter yang baik," gumamnya puas.
Program literasi digital yang ia gagas telah berhasil menumbuhkan semangat berkarya dan sikap bijak dalam menggunakan teknologi di kalangan siswa dan guru. Pak Kamzodinata yakin, inilah awal dari terbentuknya generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter di era digital sehingga tidak bikin gatal, ya, "digital no digatel", sesuai dengan ajaran agama tentang pentingnya akhlak yang baik dalam segala aspek kehidupan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H