Oleh: Khoeri Abdul Muid
Pagi itu, suasana di SD Negeri Kurniakayangan 02 tampak seperti biasa. Namun, di balik rutinitas yang terlihat tenang, Pak Kamzodinata, kepala sekolah, sedang dilanda kegelisahan. Perpustakaan sekolah, yang sudah berdiri selama lebih dari satu dekade, jarang dikunjungi siswa. Padahal, bagi Pak Kamzodinata, perpustakaan bukan hanya tempat menyimpan buku, tetapi pusat ilmu pengetahuan dan jendela dunia.
Pak Kamzodinata menyadari, rendahnya minat baca di kalangan siswa tak hanya terjadi di sekolahnya. Budaya membaca di rumah pun minim, orang tua lebih sering membiarkan anak-anak tenggelam dalam layar gadget atau televisi. Keadaan ini semakin parah dengan aktivitas sehari-hari siswa yang lebih suka bermain daripada membuka buku. Hal ini terlihat jelas dari data kunjungan perpustakaan, yang hanya mencapai 30% dari total siswa.
"Bagaimana kita bisa memupuk minat baca kalau situasinya seperti ini?" gumam Pak Kamzodinata sambil menatap tumpukan laporan kunjungan perpustakaan.
Hari itu, Pak Kamzodinata memutuskan untuk mengumpulkan seluruh guru dan petugas perpustakaan. Mereka berdiskusi mencari solusi untuk meningkatkan minat baca siswa. Satu per satu ide muncul, tapi belum ada yang benar-benar dirasa tepat.
Lalu, Bu Lina, guru kelas 4 yang dikenal kreatif, mengangkat tangannya. "Bagaimana kalau kita membuat perpustakaan menjadi lebih menarik? Tidak hanya dari segi koleksi buku, tapi juga suasananya?"
Pak Kamzodinata tertarik. "Lanjutkan, Bu Lina. Apa yang Anda bayangkan?"
"Kita bisa membuat program membaca yang menyenangkan. Misalnya, pojok baca di setiap kelas, lomba membaca, atau memberikan penghargaan kepada siswa yang paling rajin membaca," usul Bu Lina dengan semangat.
Semua guru setuju. Ide tersebut terdengar segar dan bisa segera dilaksanakan. Pak Kamzodinata pun mengangguk, merasakan harapan yang tumbuh.
"Baik, kita akan memulai 'Langkah Jitu Pemberdayaan Perpustakaan'. Langkah pertama, kita perbaiki suasana perpustakaan. Kedua, kita perbarui koleksi buku agar lebih menarik bagi siswa. Ketiga, kita libatkan guru dan orang tua dalam mendorong anak-anak membaca," Pak Kamzodinata menjelaskan strateginya.
Langkah-langkah itu mulai dilaksanakan. Perpustakaan yang dulunya sepi kini disulap menjadi tempat yang nyaman dan penuh warna. Rak-rak buku diatur sedemikian rupa sehingga terlihat menarik. Pojok baca di setiap kelas mulai diisi dengan buku-buku baru yang disesuaikan dengan minat siswa.
Tak hanya itu, Pak Kamzodinata juga meluncurkan program 'Minggu Baca'. Setiap minggu, siswa diajak berlomba membaca buku dan menuliskan ulasan singkatnya. Bagi yang paling banyak membaca, akan diberikan penghargaan spesial di akhir semester.
Perlahan, suasana sekolah mulai berubah. Setiap jam istirahat, perpustakaan mulai ramai dikunjungi. Siswa yang dulu hanya bermain, kini terlihat membawa buku ke mana-mana. Di pojok baca kelas, anak-anak tampak asyik membaca dengan antusias. Bahkan, guru-guru turut serta memberikan contoh, membaca buku di depan siswa.
Pak Kamzodinata tersenyum puas. Melihat perubahan yang terjadi di sekolahnya, ia merasa usahanya tidak sia-sia. Perpustakaan bukan lagi tempat yang sepi, tapi menjadi pusat kegiatan belajar yang penuh semangat.
Suatu siang, seorang siswa kelas 6 bernama Andi mendatangi Pak Kamzodinata di ruangannya. Dengan wajah ceria, ia menyerahkan sebuah buku yang baru saja dibacanya.
"Pak, saya sudah selesai membaca buku ini. Apakah saya bisa meminjam buku yang lain?" tanya Andi.
Pak Kamzodinata terkejut dan terharu. Andi, yang dikenal lebih suka bermain game online, kini mulai gemar membaca. "Tentu, Andi. Kamu bisa pilih buku apa saja di perpustakaan," jawab Pak Kamzodinata sambil tersenyum.
Pak Kamzodinata teringat akan ajaran agama yang mengutamakan ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu adalah wajib. Ajaran ini menggarisbawahi pentingnya menuntut ilmu sebagai bagian dari kewajiban kita, dan membaca adalah salah satu cara utama untuk memperoleh ilmu.
Di dalam hatinya, Pak Kamzodinata tahu bahwa perubahan ini hanyalah awal. Dengan semangat kerjasama antara guru, siswa, dan orang tua, ia yakin minat dan nawaitu baca siswa di sekolah ini akan terus meningkat, membuka pintu-pintu pengetahuan baru bagi masa depan mereka. Dan lebih penting lagi, Pak Kamzodinata merasa bahwa ia telah memenuhi tanggung jawabnya sebagai pendidik dalam mengamalkan ajaran agama untuk memajukan pendidikan dan pengetahuan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H