sumber ilustrasi: wikipedia
Raja Turki, Sultan Abdul Aziz menggelar pertemuan khusus, menanggapi laporan Jendral Mohamad yang telah menangkap Sadi sebagai terdakwa bajak laut yang merampas perhiasan Siti Rokhana, adik sultan, ketika berekreasi di laut Hitam.
Singkat cerita, Sadi dituntut pidana mati.
Akan tetapi, Pangeran Yusuf, putra laki-laki tertua sultan dari istri selir, yang ikut hadir dalam persidangan tersebut mengajukan pembelaan.
“Ampun, Ayahanda Sultan… Sebelum sidang dilanjutkan, Nanda mohon kiranya Ayahanda Sultan berkenan menghadirkan yang terhormat Tante Siti Rokhana sebagai saksi korban. Agar persidangan berjalan seimbang. Tidak berat sebelah, Ayahanda..”.
“Baiklah… Prajurit! Tolong hadirkan Dinda Siti Rokhana di sini!”.
“Siap menjalankan perintah, Tuan Sultan..”.
Begitu menghadap, Siti Rokhana melapor terang, “Ampun, Kanda Sultan. Perhiasan Dinda masih utuh. Dan, orang ini bukan bajak laut. Melainkan orang yang menolong Dinda ketika Dinda hendak tenggelam di Laut Hitam itu, Kanda Sultan…”.
Kesaksian Siti Rokhana diperkuat oleh keterangan Pengeran Yusuf.
“Begini, Ayahanda Sultan… Menurut kesaksian Hasan dan Sorah, ajudan Ananda yang ketika itu ada di tempat kejadian perkara, memang kejadiannya terjadi sebagaimana kesaksian Ibu Tante Siti Rokhana. Dan, justru yang menjadi pertanyaan adalah kalau Jendral Mohamad, yang Ayahanda percaya mengawal Ibu Tante, kenapa kok sampai tidak melihat prahu Ibu tante karam? Kemudian, kalau Sadi merupakan bajak laut, apa ada bajak laut yang beroperasi tunggal, hanya seorang diri, dan anehnya membajaknya kok di daratan, Ayahanda Sultan…?”.
Dan, setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut, Sultan Abdul Aziz pada akhirnya yakin, Sadi tidak bersalah sebagaimana tuduhan Jendral mohamad, dan divonis bebas.
Membaca situasi yang tidak menguntungkan bagi Jendral Mohamad yang sohib sekongkolnya itu, segera saja Minister Saul Mahmud mem-followup persidangan.
“Ampun, Tuan Sultan… Orang ini perlu diberi imbal jasa. Dan, menurut hamba, pantas orang ini diberi uang 10 Riyal untuk bekal hidup, Tuan Sultan…”.
“Jangan hanya 10 Riyal. Ditambah 20 Riyal menjadi 30 Riyal”, timpal Sultan Abdul Aziz mengikuti logika Minister Saul Mahmud.
“Ampun, Kanda Sultan… Kanda Sultan jangan terseret pada retorika Minister Saul Mahmud yang menurut saya materialistic dan naïf itu. Karena nyawa saya tidak sepadan dengan harga 30 Riyal. Toh, di pasar tidak ada yang menjual nyawa kan, Kanda Sultan..?”,pertanyaan bernada sangkalan Siti Rokhana sembari berkaca-kaca lensa matanya.
“Jika Kanda Sultan berkenan… Saya mohon Sadi si penolong saya ini dianugerahi pangkat sebagai pengawal pribadi saya, Kanda Sultan”.
“Baiklah, kau Sadi… Mulai saat ini kamu kuberi pangkat sebagai pengawal pribadi Adikku Siti Rokhana dengan gelar Bei. Dan, saya perkenankan berkantor di Taman Hertantun. Bagaimana, Sadi Bei?”.
“A… ampun… Ha ha.. hamba bagai kejatuhan bulan, Tuan Sultan…”.
“Baiklah, persidangan saya tutup”, titah Sultan sembari meninggalkan bangsal utama menuju ruang pribadi dengan dikawal para ajudan pribadinya.
Sementara itu, yang lain bubar, menuju tempat tugas masing-masing.
“Dinda Jendral, kenapa hari ini kau nampak bodoh sekali?”, cercaan kalem Minister Saul Mahmud kepada Jendral Mohamad sembari berjalan berdampingan.
“Entahlah, Kanda Minister… Sedang bebal otak aku ini, Kanda…”, jawab Jendral Mohamad sekenanya sambil menampar sendiri dahinya.
(BERSAMBUNG).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H