OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pak Harto adalah Pak Harto, ada yang menyanjung dan ada pula yang menghujat, tetapi secara hukum (setahu saya) tidak pernah dipersalahkan.
Ada euforia 'benci'-Pak Harto, terutama ketika era yang diklaim sebagai era reformasi 1998 hingga berdampak pada simbol-simbol yang dianggap Pak Hartois pun juga turut ter-benci.
Terlepas, benar atau salah, Rezim Pak Harto (ORBA) sedari awal memang mendeklarasikan diri sebagai 'Pelaksana Pancasila secara Murni dan Konsekwen', hingga mengawalnya secara all-out dg PMP dalam kurikulum di semua jenjang, penataran P4 di jalur non-kurikuler pada semua lapisan dan memandunya dengan GBHN di koridor politik.
Karenanya, pada masa euforia itu, nuansa Pancasila juga sempat meng-alergi. Padahal, sekali lagi, Pak Harto adalah Pak Harto, Pak Harto bukan Pancasila, dan Pancasila bukan Pak Harto. Jadi, sesungguhnya, alergi itu hanyalah quasi belaka, ---alergi yang tidak sesungguhnya alergi.
Sementara itu, fenomena penyalahartian Pancasila bisa saja debatebel dan dimungkinkan dilakoni rezim siapa saja. Tapi, Pancasila adalah Pancasila, dasar filosofi cara hidup orang-orang Indonesia sejati. Bisa jadi Pancasila hilang dalam teks, tapi tidak, dalam konteks naluriyyah orang-orang Indonesia sejati itu.
Ada kemungkinan bahwa kini, produk zaman Pak Harto: PMP, P4, GBHN bisa saja dikaji ulang karena ia juga produk ilmiah ---terlahir melalui uji akademik, dan karenanya mestinya siap diperdebatkan untuk disempurnakan. Dalam hal ini saya berkiblat pada prinsip, janganlah lihat siapa yg bicara, tapi dengarlah apa yg dibicarakan.
1998-2013, 15 tahun sudah rentang waktu kini. Quasi alergi itu semestinya sembuh. Luka-luka bangsa semestinya segera terobati. Dan, hak generasi-generasi Indonesia mendapat pencerahan tentang nilai-nilai Pancasila, segera terpenuhi.
Dan, saya adalah seorang yang percaya pada kurikulum sekolah sebagai blue-print-nya generasi kita. 2013 seiring dengan penyempurnaan kurikulum merupakan momentum berharga mem-Pancasilakan kembali Indonesia.
Saya merindukan adanya kanal yang segera bisa mendarah-dagingkan nilai-nilai Pancasila secara obyektif kepada generasi Indonesia agar tidak terlalu tercerabut dari ke-Indonesiaannya, sehingga tumbuh sebagai bangsa yg PD (percaya diri), yang bisa jadi Pandu bagi Ibu Pertiwinya, bukan jadi bangsa penghamba.
Pertanyaannya adalah, bisakah, Kurikulum 2013 menjawab harapan saya, yang tentu harapan Bro Bro juga, pastinya...
Insyaalloh...***
Top of Form
Penulis adalah aktivis edukasi di segitiga perbatasan Blora-Pati-Rembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H