Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

Sebelum diangkat menjadi abdi negeri, pernah mengajar di SMA TARUNA NUSANTARA MEGELANG. Sekarang mengguru di SDN Kuryokalangan 01, Dinas Pendidikan Kabupaten Pati Jawa Tengah, UPTKecamatan Gabus. Sebagian tulisan telah dibukukan. Antara lain: OPINI GRASSROOT SOAL PENDIDIKAN GRES; Si Playboy Jayanegara dan Bre Wirabhumi yang Terpancung. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id. HP (maaf SMS doeloe): 081226057173.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengintip Kabinet Jokowi dan Prabowo

16 April 2014   23:22 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:35 2065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Pembicaraan soal kabinet dalam tahapan baku suksesi kepemimpinan nasional Indonesia saat ini sebenarnya belum waktunya. Namun bagi sementara pihak, dalam angel strategi penjawaraan Pilpres 9 Juli mendatang bisa jadi presentasi kabinet bayangan merupakan hal menarik dan penting, setidaknya guna mendongkrak daya “jual” pesona figur, visi beserta programnya.

Meski kabinet yang di dalamnya berdiri jajaran menteri yang notabene sekedar pembantu presiden, namun sejatinya ketepatan pe-layout-anstruktur dan personalianya sangat menentukan kesuksesan pengimplementasian visi dan program-program presiden. Mengapa?

Mereka, adalah para menteri bukan pembantu biasa presiden dan mereka juga bukan pegawai tinggi biasa presiden. Sebab, di tangan para menteri-menterilah sesungguhnya yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executif) dalam praktek.

Kabinet Presidensiil

Di dalam UUD 1945 Amandemen Bab V tentang Kementerian Negara dalam Pasal 17 Ayat (2) menyatakan bahwa Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden (bukan oleh parlemen/DPR). Dengan demikian dikatakan sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensiil.

Dalam sistem presidensiil semestinya pembentukan kabinet menjadi benar-benar hak prerogratif presiden. Tapi masalahnya adalah, ---jika diasumsikan hasil pileg 2014 lalu benar membukukan jawara satunya PDIP-nya Jokowi yang hanya berhasil mendulang suara sekitar 19, 24%, disusul Partai Golkar tempat ARB bernaung dengan raihan suara di kisaran15,01%, dan Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mengantongi 11,77%, serta sebaran merata pundi-pundi suara -partai yang lainnya--- menjadikan tidak mudah mewujudkan kabinet dengan roh sistem presidensiil tersebut.

Sebab dengan asumsi hasil pileg yang menghasilkan konstelasi konfigurasi kekuatan partai-partai politik yang demikian, pastinya memaksa mereka untuk mau tidak mau harus berkoalisi. Pertama, PT (president threshold) yang menyaratkan sebuah partai atau gabungan partai untuk dapat memanjukan capres mengharuskannya memperoleh 25% suara sah nasional atau menguasai sedikitnya 20% kursi DPR. Dan, kedua, meski presiden dipilih secara langsung, dalam kalkulatif politik mereka sadar bahwa kestabilan kekuasaan eksekutif membutuhkan dukungan mesra mayoritas kekuasaan legislatif di parlemen.

Jokowi dan Prabowo Sama Selera?

Pada ranah ideal, pandangan Jokowi maupun Prabowo Subianto soal kabinet sebenarnya relatif sama, yakni sama-sama menghendaki terbentuknya kabinet yang diturunkan dari sistem pemerintahan presidensiil, bukan kabinet pelangi atau kabinet dagang sapi.

Dalam bahasa Jokowi kabinet idaman tersebut disebutnya kabinet kerja, yakni bukan kabinet politik yang cenderung cuma bagi-bagi kursi/roti kekuasaan. Dan, dalam bahasa Prabowo dikatakannya sebagai kabinet profesional.

Secara teoritik, memang, sistem presidensial dipandang mampu menciptakan pemerintahan negara berasaskan kekeluargaan dengan stabilitas dan efektifitas yang tinggi. Sehingga para anggota legislatif bisa lebih independent dalam membuat UU karena tidak khawatir dengan jatuh bangunnya pemerintahan.

Namun demikian juga tidak ditutup mata bahwa sistem presidensial sangat berpotensi akan melahirkan kemandekan (deadlock) antara eksekutif-legislatif, mendorong terjadinya kekakuan temporal, dan nuansa pemerintahan menjadi lebih eksklusif.

Pertanyaannya adalah seperti apakah profil riil kabinet bayangan ala Jokowi dan juga ala Prabowo tersebut? Berikut daftar kabinet bayangan 2014-2019 yang diproyeksikan oleh PDIP yang dilansir oleh Prof. Hendrawan Supratikno, pilitisi senior PDIP:

1. Menteri Pertanian dan Kehutanan: M. Prakosa (mantan Ketua BK DPR RI)
2. Menteri Perikanan dan Kelautan: Romin Dahuri (mantan menteri perikanan dan kelautan)
3. Menteri Perdagangan: Sri Adiningsih (politisi PDIP)
4. Menakertrans: Maruarar Sirait (Anggota komisi XI)
5. Mensesneg atau Seskab: Hasto Kristianto (Wasekjen PDIP)
6. Menteri Pertanahan atau Agraria: Arif Wibowo (Pimpinan komisi II)
7. Menteri Pemuda dan Olahraga: Budiman Sudjatmiko (Anggota komisi II)
8. Menteri Pertahanan: Tubagus Hasanuddin (pimpinan komisi I)
9. Menteri yang berkaitan dengan bidang keuangan (Menkeu/Menteri Perkonomian): Arif Budimanta.

10. Puan Maharani (Kata Hendrawan, “masih disimpan sebagai kartu truf yang akan dimainkan kemudian,”).

Mengenai fenomena ini hal yang perlu didiskusikan ialah bahwa kesepuluh nama yang dilansir oleh politisi senior PDIP tersebut semuanya merupakan kader PDIP. Dalam kabinet presidensiil yang merupakan kabinet ahli, PDIP mustinya tidak juga harus mengambil menteri-menterinya dari kader-kader partainya sendiri.

Karena jika tetap saja demikian PDIP sama halnya atau tidak beda dengan yang diperistilahkan oleh Jokowi sendiri dan karenanya kontradiktif sebagai kabinet politik yang lebih konsen pada bagi-bagi kursi politik ketimbang pertimbangan keahlian (meski bagi-baginya hanya secara internal, malah lebih payah, khan?).

Semestinyalah, menurut saya kalau kabinet hendak disusun dari basic keahlian, maka ambillah dari segenap ahli dari yang paling ahli dari segenap bangsa Indonesia, baik dari unsur partai maupun non-partai, bukan malah hanya dari PDIP seperti itu. Tentu saja dalam hal ini PDIP masih ada waktu banyak untuk mengoreksinya. Mungkin juga, sistem lelang yang menjadi salah satu program andalan Jokowi di DKI kemarin dengan segala koreksi dan perbaikan dengan tidak mengurangi hak prerogratif presiden bisa saja dipertimbangkan.

Kemudian, bagaimana dengan personalia Kabinet Profesional Prabowo? Dalam soal ini Wakil Ketua DPP Partai Gerindra, Edhy Prabowo hanya menjelaskan bahwa langkah serius untuk menyiapkan pemerintahan yang lebih baik, Prabowo telah menyiapkan kabinet bayangan.

Kabinet bayangan tersebut sengaja dibentuk Prabowo agar tidak ada intervensi dari pihak lain. Menurut dia, kabinet tersebut akan diisi oleh pihak-pihak profesional yang memang mampu bekerja dalam bidangnya.

"Kita sudah siapkan kabinet bayangan, nama-namanya sudah ada, tapi itu tergantung Pak Prabowo. Yang dipilih adalah orang yang memahami bidangnya. Beliau tak akan mengutamakan kader bila tak bagus dan tak mumpuni," jelas dia kepada wartawan Senin (okezone,19/8/2013) yang hingga sekarang belum ada rillis terbaru tentang kabinet bayangan ini.

Yap. Tampaknya, dalam hal kabinet bayangan, gerakan Prabowo Subianto memang tidak secepat Jokowi dengan PDIP-nya. Tapi, apakah lebih menguntungkan yang mana, probabilitasnya terletak pada banyak faktor. Yang terpenting ialah siapa saja presidennya mestinya terbentuknya kabinet ahli yang didukung oleh mayoritas parlemen merupakan PR terbesar bagi Indonesia ke depan. Salam.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun