OLEH: Khoeri Abdul Muid
Telah semingguan pada medium bulan ini, berbarengan dengan hiruk-pikuk manuver politik para politikus menyongsong pilpres Juli 2014 mendatang, perhatian media massa juga tercuri pada kasus kejahatan seks di Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (TK JIS). Di sana, selain kejahatan seks yang terkuak, ternyata TK JIS yang telah 17 tahun beroperasi semenjak 1997 ini juga diketahui tidak mengantongi izin operasional, alias bodong.
Namun anehnya, mengapa praktis 17 tahun kebodongan TK JIS ini bisa lolos (atau sengaja diloloskan?) begitu saja dari supervisi Kemendikbud? Bukankah dengan demikian secara outokritik kinerja Kemendikbud selama ini patut dihujat dan dipertanyakan? Atau malah celakanya, mungkinkah selama ini ada main-main mata antara “oknum” Kemdikbud dengan pihak TK JIS, dengan modus menggantung perizinannya sebagai ladang pungli, misalnya? Ataukah, sebaliknya, ini benar-benar murni arogansi pihak TK JIS sebagaimana digembar-gemborkan Dirjen PAUDNI Lydia Freyani Hawad selama ini?
Menarik untuk dicermati bahwa, pertama, ada keamat-sangat keterlambatan publikasi soal kebodongan izin operasional TK JIS oleh Kemendikbud kepada masyarakat (utamanya para pemangku kepentingan pengguna jasa pendidikan TK JIS), yakni baru setelah TK JIS terkena kasus besar yang tak mungkin lepas dari sorotan mata dunia mengingat sebagian terbesar siswanya anak para eskpatriat.
Mengapa terlambat? Seharusnya, jika komponen birokrat Kemendikbud bekerja secara normatif, pastinya tidak lebih dari hitungan tahun kebodongan itu sudah terbongkar dan terselesaikan.
Kedua, ada curhat tidak profesional dari seorang Dirjen PAUDNI Lydia Freyani Hawad bahwa setelah Tim Investigasinya tidak ditemui oleh pihak TK JIS secara sopan, beliau kemudian baru mempublikasikan bahwa sikap arogansi (pengentengan) pihak TK JIS terhadap Kemendikbud sebenarnya tidak yang pertama kali itu saja, atau sudah berkali-kali dan telah lama terjadi.
"JIS ini kelihatannya mengentengkan Kemendikbud ya. Ini sudah ke berapa kali. Pertama, kita (Ditjen PAUDNI) pernah kirim surat (soal perizinan), mereka (JIS) bilang lagi sibuk dan dijanjikan sebulan lagi. Lalu pernah kita panggil, mereka tidak penuhi undangan. Kita pernah berikan edaran untuk melakukan evaluasi dan akreditasi, mereka tidak lakukan. Lalu yang terakhir tim yang kita kirim untuk pendekatan kemarin tidak boleh masuk, alasannya ada meeting. Itu kita cuma diterima di depan (gerbang)," kata Lydia (Kompas.com, Jumat 18/4/2014)
Saya juga ikut merasa tersinggung dengan pelecehan duta negara oleh TK JIS karena Kemendikbud adalah representasi negara yang menangani pendidikan. Tetapi, pertanyannya ialah kenapa kalau sejak lama ada pelecehan terhadap kewenangan negara koq tidak sejak itu pula diselesaikan secara hukum, dipolisikan, misalnya. Apalagi, toh, TK JIS meskipun konon milik orang Amerika tetapi merupakan sekolah teritorial (bukan sekolah diplomatik yang notabene ekstrateritorial) yang musti tunduk pada regulasi kependidikan Indonesia.
Permasalahan TK JIS mestinya tidak ada kaitannya dengan isu nuansa hegomoni Amerika atas Indonesia. Toh, investasi TK JIK ini bersifat privat, bukan sebuah BUMN-nya Amerika. Dan, kalaupun pihak TK JIS bersalah tentu Amerika sebagai negara yang katanya Bapaknya Demokrasi itu, pastinya tidak menggeneralisir masalah sebagaimana ungkapan Stephen Decatur (1816-1820): "Negara (bangsa) kami! Dalam hubungannya dengan negara-negara (bangsa-bangsa) asing mungkin dia selalu berada di sebelah kanan; tapi benar atau salah, negara (bangsa) kita! "
Tapi, bangsa kita adalah bangsa yang punya tekad kuat (nekad?) dan tentu berani saja menghadapi hegomoni siapapun sebagaimana ditunjukkan arek-arek Surabaya mereaksi penghinaan Jenderal Malaby doeloe, ---dalam kaitannya kasus ini yang kita harapkan adalah berbalik dari ungkapan Stephen di atas, sebagaimana kalimat bijaksana Carl Schurz , (1872) berikut: "Negara (bangsa) saya, benar atau salah; jika benar, harus dijaga benar; dan jika salah, harus diatur dengan benar. "
Kembali ke soal curhat. Bahwa curhat tidak profesional demikian, menurut saya disamping memalukan karena memperendah kewibawaan negara juga justru memancing bisa jadi dicurigai orang sebagai langkah lempar batu sembunyi tangan dengan pemojokan sepihak terhadap TK JIS yang faktanya memang kalah karena memang salah. Dan, sampai sekarang memang belum atau tidak ada bantahan atau klrifikasi berimbang dari pihak TK JIS soal konten curhat Bu Dirjen itu. Akan tetapi, melihat kejanggalan yang terjadi dengan TK JIS ini, secara internal, di dalam birokrasi Kemendikbud sendiri mustinya perlu diadakan instrospeksi dan evaluasi lebih mendalam.
Dan, ketiga, bahwa ada rekomendasi Dirjen PAUDNI untuk memberikan sanksi penutupan SEMENTARA terhadap TK JIS yang aktualisasinya diserahkan kepada Mendikbud yang mungkin realisasinya Senin, 21/4 besok, dan ada pula pemberian toleransi waktu 1 minggu kepada TK JIS untuk melengkapi persyaratan perizinannya yang bodong 17 tahun itu.
Bahwa fakta ini terasa aneh, bahkan sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang ibu peserta didik TK JIS (melalui SCTV, 20/4) sebagai sangsi yang setengah hati saja. 17 tahun membodong mengapa hanya dihukum sementara? Harusnya menurut ibu itu dan beberapa pihak, termasuk saya, TK JIS layak ditutup permanen, atau setidaknya 5 sampai 1 tahun, tergantung apakah ada proposal yang mengindikasikan bahwa ke depannya TK JIS dirasa mampu tampil sebagai TK all new JIS atau tidak, sehingga tidak menjadi fenomena yang benar-benar aneh lagi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H