OLEH: Khoeri Abdul Muid
UN SLTA tahun 2014 yang lalu dihebohkan dengan masuknya biografi Ir H. Joko Widodo yang dikenal dengan Jokowi yang Gubernur DKI Jakarta dan yang kini dicapreskan oleh PDIP itu dalam soal Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Soal tersebut ditengarai banyak pihak sebagai upaya kampanye anarkis (anti-aturan) meski buru-buru hal tersebut dibantah oleh Jokowi sendiri sebagai bukan perbuatannya.
Kini, di tingkat SD, pada soal Bahasa Indonesia Latihan Ujian Sekolah (US) Satuan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2013/2014 yang mulai diselenggarakan hari ini (28/04) juga memuat biografi tokoh hidup, Soimah ---seniman kontemporer asal Pati Jawa Tengah.
Jokowi dan Soimah jelas dua sosok populer yang berbeda. Jokowi, meski dikatakan dalam soal ujian itu sebagai seniman sebagaimana domain kehidupan Soimah selama ini, tetapi nuansa politik kini praktis kental melingkupi kesehariannya, --- suatu ranah kehidupan yang untuk sementara ini, masih jauh dari keseharian Soimah. Lalu apa menariknya mencermati bahkan memperbandingkan Jokowi dan Soimah dalam soal ujian sekolah? Apa relevansi dan dimana letak urgensitasnya?
Setidaknya ada dua wilayah perbandingan soal Jokowi dan soal Soimah dalam Ujian di sekolah tersebut.
Pertama, soal Jokowi sangat potensial didakwa sebagai upaya kampanye politik pada pilpres 9 Juli 2014 karena beredar di peserta UN SLTA yang notabene para pemilih pemula. Pertanyaannya adalah apakah soal Soimah yang ada pada gelaran latihan US tersebut yang bersasaran hanya murid SD tidak pula bisa dipandang sebagai kampanye politik ---calon legislatif (caleg), misalnya?
Jawabnya, bisa jadi iya. Sebab, ditengah sistem pemilu yang proporsional terbuka seperti ini keterkenalan caleg merupakan salah satu faktor penting penentu keterpilihan. Dan, pengenalan tokoh sedini dan seintensif mungkin kepada calon pemilih pemula juga merupakan upaya positif bagi makin terbukanya peluang keterpilihan tersebut.
Perlu diketahui bahwa para pemilih pemula pada Pemilu 2019 mendatang sebagian terbesarnya adalah para peserta ujian SD tahun 2014 ini. Sebab, usia mereka kini rata-rata sudah berumur 12 tahun, yang berarti 5 tahun lagi sudah mencapai umur 17 tahun yang merupakan syarat menjadi pemilih. Dan, kebetulan, Blora tergabung dalam sedaerah pemilihan dengan Pati, daerah kelahiran Soimah. Bisa saja khan, pada 2019 Soimah menjadi caleg dari dapil tersebut, sebagaimana Anang Hermasyah yang diusung dapil Jember dan sekitarnya?
Kedua, pola dan struktur soal Jokowi yang untuk segmen usia psikologi SLTA tersebut tidak terlalu berbeda bahkan cenderung sama dengan soal Soimah yang bertaraf SD tersebut. Ini artinya, apakah mutu soal Jokowi jauh lebih buruk dari soal Soimah?
Pengamat Pendidikan dari British Council, Itje Khodijah menilai bahwa soal Jokowi itu disamping tidak memiliki sensitivitas sehingga menimbulkan polemik di masyarakat juga berkualitas rendah. “Soal ujian SMA kelas 3, kualitas soalnya rendah sekali. Hanya diberi paparan Jokowi dan pertanyaan.” (Sindonews, 17/4/2014).
Di samping itu, kontennya tampak ambisius, yakni ingin sebanyak mungkin menampilkan pesan tentang kesan positif Jokowi. Kesinambungan antara kalimat kesatu dan kedua dalam paragraf pertama tidak benar-benar tersambung. Dan, juga kesinambungan logika antara paragraf pertama dan kedua serta dengan butir soalnya sama sekali tidak betul-betul sinkron .
Coba bandingkan teks lengkapnya berikut:
SOAL JOKOWI UNTUK UN SLTA
Ir H. Joko Widodo lahir di Surakarta 21 Juni 1961, merupakan alumnus UGM. Sejak 15 Oktober, Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI. Tokoh yang jujur dan selalu bekerja keras ini dikenal dengan gaya blusukannya ke pelosok ibukota. Berbagai penghargaan telah beliau raih, antara lain ia termasuk salah satu tokoh terbaik dalam pengabdiannya kepada rakyat.