Bagong: Mengundang polisi aza bisa, kenapa mengundang para saksi peserta pilpres nggak mau? Beralasan, nggak ada duit? Janggal-janggal...
Gareng: Janggal dari sisi kepatutan umum itu nggak ada artinya di muka peradilan, Gong. Yang penting, apa yang dilakukan KPU itu melanggar hukum apa tidak?
Bagong: Ya nggak ngertilah... Kata pengamat, itu janggal-janggal lah...
Semar: Ya pada intinya ada nggak motivasi yang mengarah pada rekayasa alat bukti atau bahkan penghilangan alat bukti. Kalau ada ya itu melawan hukum.
Petruk: Kalau begitu, solusinya bagaimana Pak Semar?
Semar: Ya KPU harus menahan diri jangan bongkar-bongkar dulu kotak suara yang dipermasalahkan. Tunggu aza perintah MK. Toh, dalam persidangan nanti kalau dipandang oleh MK diperlukan menilik kembali berkas-berkas dalam kotak suara, barulah dibongkar. Toh, juga yang bongkar tidak harus KPU sendiri. Bisa juga polisi, dengan disaksikan peserta pilpres dan KPU, pastinya. Karena sekarang ini, posisi KPU sebagai salah satu pihak tergugat, setara saja dengan pihak penggugat.
Gareng: Nah..intinya menahan diri, termasuk dirimu juga sebagai pendukung salah satu kandidat, Gong...
Bagong: Ya ya... aku juga nggak ngapain-ngapain koq, cuman dari pada nganggur, ngobrol-ngobrol aza.. Yang penting MK bisa bersikap independen. Jangan seperti kasusnya Pak Akil ya Pak..
Petruk: Alah, Gong, jangan cerewet aza, kamu. Dari pada nganggur mbok mijitin saya saja..sini....
Bagong: Pijet?...Ok...
Petruk: H h h...gantian, Gong...h h h...****