Mohon tunggu...
Khodijah
Khodijah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Paranoid

1 September 2023   07:15 Diperbarui: 1 September 2023   07:30 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku ingin pergi menjauh, di tempat sepi untuk menyepi, agar tak bisa digangggu oleh siapa pun juga," ujar Rania kepada Aqila sepupunya.

"Lakukan saja! Saat malam hari pergilah sendiri dengan melakukan meditasi." Balas Aqila.

"Tidak bisa." Selak Rania. Aqila diam merasai kekecewaan sepupunya.

"Orang-orang tidak mengerti, mereka semua tidak memahamiku," sambung Rania yang memang sedang kecewa pada orang-orang di sekitarnya.

"Aqila aku pusing, banyak yang ingin ku kerjakan, namun belum juga aku lakukan." Tanpa malu Rania mengakui semua itu.

"Apa masalahnya Ran?" Tanya Aqila.

"Masalahnya mungkin karena aku seperti sendiri, semua bergantung padaku." Aqila terdiam. Ia mendengar dengan seksama cerita yang disampaikan Rania.

"Sungguh! Anak, suami, ibu, adek, siapa pun dia yang dinamakan keluarga, belum tentu tulus satu sama lain saling menjaga. Terlebih lagi orang lain. Seperti itulah yang kurasa. Urusan rumah tangga aku yang mengatur semua. Aku yang memberikan solusi bagi mereka, aku menjadi penyambung hubungan satu dengan lainnya, bahkan aku sudah tidak lagi memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan bantuanku."

"Dahulu aku sering mengobati mereka yang membutuhkan bantuanku qil, namun saat ini aku sedang tidak fokus, karena banyak sekali yang harus ku urus." Kembali keluh Rania.

"Kalau begitu lakukan saja dulu urusanmu Ran!"

"Ya. Memang semestinya aku melakukan yang menjadi urusanku, itu yang utama, namun aku belum bisa konsisten, aku masih saja ribet karena banyaknya urusan."

"Kalau boleh tahu apa yang kau ribetkan itu?"

"Banyak qil, banyak sekali."
"Bagaimana kalau ribetnya itu dirapihkan saja. Jika tidak! ribetnya pasti akan bertambah ribet lagi nantinya."

"Ya. Kau benar sekali, namun aku tak mengerti bagaimana cara merapihkan reribet itu?"

Rania merasa seperti selalu sendirian. Ia menjalankan hidup dengan patuh dan lurus. Padahal ia juga selalu menyambungkan dirinya dengan orang-orang suci, ia taat pada Tuhan, namun ia tetap  merasakan kebingungan dan kegamangan rasanya sendiri. Terkadang situasi tak mendamaikan dirinya yang sepi, sekalipun orang-orang di sekitar begitu mencintainya. Sejauh yang Aqila lihat, Rania adalah sosok yang sangat religious, namun Aqila bingung, sebab Rania selalu berselisih dengan perasaannya sendiri. Melihat itu, Aqila bertanya pada dirinya sendiri.

 "Sebenarnya apa yang terjadi, apakah terlalu banyak urusan Rania, sehingga membuatnya ingin menghindar dan pergi?"

"Aku ingin berpetualang seperti orang-orang suci, kemudian akan aku adukan semua kepada Tuhan tentang yang aku rasakan ini." Rania kembali mengungkapkan rasanya pada Aqila.

"Apa yang terjadi dengan Rania?" Aqila bertanya demikian kepada Ratu, yang dianggapnya sebagai guru. Senyum Ratu pun mengembang dan katanya:

 "Rania dalam situasi terjebak sayang, ia terjebak dengan hayalan dirinya sendiri." Mendengar itu Aqila sangat terkejut. Kemudian Ratu melanjutkan ucapannya

"Padahal kitalah yang selayaknya selalu berkaca, bukan meminta orang lain untuk berkaca, karena orang lain itu bukan urusan kita sayang."

"Kaca...kaca...!" teriak Rania pada orang-orang di sekitarnya. Sehingga mereka pun berkaca. Melihat itu, Aqila menarik nafas dalam-dalam.

"Lihat Aqila bayangan di kaca orang itu!" Rania menunjukan salah satu gambar orang yang berkaca. Aqila pun muntah seketika.

Catatan Rania: Pagi ini satu orang datang padaku mulai berkaca, yang karenanya membuat Aqila muntah seketika.

Melihat itu Aqila kembali mual. Kemudian ia konsultasikan  kepada Ratu gurunya yang tawadhu itu.

 "Apa yang terjadi pada Rania sebenarnya?" mendengar itu Ratu tertawa.

 "Katakan apa yang terjadi?" Aqilah kembali bertanya dengan penuh penasaran

"Sungguh orang-orang di sekitar Rania, lebih mengerti ketimbang Rania sendiri." mendengar itu Aqila kembali terkejut."

"Benarkah?"

"Bagaimana mungkin orang di luar diri akan memahami, jika sang empunya diri saja tak kuasa menolong diri. Tolonglah diri terlebih dahulu, setelah mampu mendamai dengan diri, barulah seseorang akan mampu memberikan solusi, bagi orang-orang di sekitarnya itu."

"Sungguh mustahil seseorang mampu mendamaikan orang lain, jika ia sendiri masih meribetkan dirinya sendiri. Sejatinya diri adalah, ia yang mampu mengobati dirinya sendiri, bukan menjadikan seseorang atau sekitar sebagai gangguan yang merupakan beban, itu yang terpenting sayang." Sambung Ratu.

"Lantas ada apa dengan Rania?" Aqila kembali bertanya.

"Ia tidak begitu mengerti bahwa, sumber masalah yang sebenarnya adalah dirinya sendiri. Hayalan telah menciptakan cermin pada dirinya yang berlapis-lapis, sehingga menjadikan jebakannya sendiri. Itulah derita yang telah kita semua ciptakan." Mendengar penjelasan Ratu  Aqila pun muntah kembali.

                                                                      Selesai

Buat teman semua terimakasih sudah berkunjung dan mengikuti kisah Rania

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun