Mohon tunggu...
Khodijah
Khodijah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jebakan Dalam Diri

28 Agustus 2023   03:42 Diperbarui: 28 Agustus 2023   04:42 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menyadari setiap kali adanya respon dari luar diri, merupakan hal penting. Respon yang dimaksud bukan sebatas lewat lisan yang umumnya hal ini seringkali terjadi, dan kita semua alami.

Ada respon yang terkadang apa yang dirasai diri kita. Kita sendiri tidak bisa memahaminya. Seperi melihat semesta dengan kekosongannya, atau merasakan sesuatu yang terjadi pada raga.

Seperti ketika selesai sembahyang ataupun meditasi kita coba diam bertafakur, tiba-tiba raga merasakan gerakan tertentu. Entah itu kepala serasa berputar, ataukah suara riuh raga, suara tersebut ada di rumah, atau bisa juga bentuk lainnya.

Semua itu tidak mustahil terjadi Sadari saja semua itu. Banyak yang mengalami, dan itu bukan sesuatu. Maksud dari bukan sesuatu adalah, bukan peristiwa ajaib, melainkan hal alamiah, terkait bathin kita.

Ketika hal tersebut diceritakan kepada yang lain, tentu saja mereka akan menganggapmu sebagai pembohong, gila atau bahkan kesurupan.

Aku termasuk orang yang percaya hal itu, tanpa mencatata sosok yang mengalaminya begitu dan begini. Akan tetapi untuk apa semua itu diceritakan. Itu hal alami yang bisa terjadi kepada yang dikehendaki.

Ketika kita kurang bijak merespon hal ini. Yang rugi adalah kita sendiri.

Maaf jika saya boleh berpendapat, tidak perlu mengklaim bahwa itu merupakan kesadaran seseorang. Sekalipun saya tidak menyalahkan jika ada yang berpendapat seperti itu. Masing-masing dengan pendapatnya kenapa tidak?

Saya hanya berani bilang, bahwa pengalaman tersebut sebatas respon (sensasi) dari raga yang kebetulannya sedang rilaks saja.

Saya pernah membaca hal tersebut merupakan pengalaman transidental dimana indra tidak bisa menjelaskan.

Semua orang tahu bahwa rasa gula manis. Tapi tahunya manis itu, hanya lidah yang dapat membuktikannya.

Bukan teori tentang manis, ataupun manis itu bukan digambarkan lewat sebuah deskripsi.

Begitu pula pengalaman transidental, hanya batin masing-masinglah yang merasakan.

Pengalaman demikian memang ada yang mengalami, sekalipun tidak setiap orang bisa mengalaminya. Dan terjadinya pun tidak dengan sengaja diada-ada dan dicari-cari.

Beberapa resiko yang perlu kita antisipasi. Dalam hal ini sekiranya diceritakan pada yang lain maka bersiaplah untuk dianggap gila. Jika tidak dianggap gila, dianggapnya kita sedang kesurupan.

Nah ketimbang sakit hati atas tuduhan itu, ada baiknya diam. Toh gak ada untungnya juga kita sampaikan itu kepada yang lainkan?

Adapun pesannya untuk diri kita, yang mungkin ada yang mengalami hal ini juga ada baiknya berantisipasi, jika tidak, euforia malah membuat pikiran menjadi mandek.
Merasa happy karena mengalami hal ajaib

Moga hal demikian tidak menjebak diri kita, dari rasa halus yang tanpa kita menyadarinya.

Maaf lahir batin jika ada yang kemungkinannya tidak sepakat. Ini sebatas pendapat saja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun