Mangkunegara IV aktif mengembangkan seni pertunjukan seperti:
Wayang Orang: Seni teater tradisional ini mengalami perkembangan pesat pada masa pemerintahannya.
Tari dan Karawitan: Beliau menciptakan beberapa komposisi gamelan dan tarian yang memperkaya seni tradisional Jawa.
Warisan dan Peninggalan
Warisan KGPAA Mangkunegara IV tidak hanya terbatas pada karya sastra dan seni, tetapi juga pada kebijakan pemerintahan dan nilai-nilai yang ia tanamkan. Hingga kini, Pura Mangkunegaran tetap menjadi simbol kejayaan dan pusat kebudayaan Jawa. Karya-karyanya seperti Serat Tripama dan Serat Wedhatama masih menjadi bacaan penting bagi mereka yang ingin memahami filosofi dan kebijaksanaan Jawa.
Beliau juga meninggalkan teladan sebagai pemimpin yang memadukan kearifan lokal dengan pendekatan modern, menjadikannya salah satu tokoh inspiratif dalam sejarah Nusantara.
Wafat
KGPAA Mangkunegara IV wafat pada 1 September 1881, meninggalkan warisan besar dalam budaya, sastra, dan pemerintahan. Takhta Mangkunegaran diteruskan oleh penerusnya hidup hingga kini.
Pendahuluan tentang Kebatinan
Kebatinan merupakan salah satu dimensi spiritual yang khas dan memiliki akar mendalam dalam budaya masyarakat Indonesia. Kata "kebatinan" berasal dari istilah "batin," yang bermakna hati atau jiwa, dan menekankan pencarian makna yang mendalam mengenai hakikat kehidupan manusia. Kebatinan tidak hanya berfokus pada aspek fisik atau material kehidupan, tetapi juga pada eksplorasi spiritual untuk mencapai keseimbangan antara manusia, Tuhan, alam semesta, dan dirinya sendiri. Hal ini bertujuan untuk meraih harmoni, kedamaian, dan kebijaksanaan dalam hidup.
Sebagai bagian dari tradisi spiritual, kebatinan dipengaruhi oleh beragam unsur, termasuk ajaran agama besar seperti Islam, Hindu, dan Buddha, serta tradisi lokal seperti animisme dan dinamisme yang telah ada di Nusantara jauh sebelum kedatangan agama-agama tersebut. Meskipun demikian, kebatinan sering kali berdiri di luar struktur agama formal. Ia menawarkan pendekatan yang lebih personal, introspektif, dan universal terhadap kehidupan spiritual, sehingga setiap individu bebas menentukan cara mereka menjalani kebatinan. Praktik-praktiknya dapat berupa meditasi, tapa (puasa dan pengendalian diri), doa, hingga pelaksanaan ritual tertentu yang sering melibatkan simbolisme budaya lokal.