Sejauh ini secara kultur masyarakat kurang tepat dalam memahami persoalan gender dan seks. Mereka tidak dapat membedakan makna diantara keduanya, sehingga gender dan seks seringkali dianggap sama. Akibatnya struktur sosial menempatkan perempuan secara tidak adil dengan laki-laki. Perempuan dianggap sebagai bagian dari laki-laki dan harus berada di bawah kekuasaan, kontrol dan perlindungan laki-laki.
Lindsey menganggap bahwa konsep gender adalah ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang itu laki-laki atau perempuan. Jadi dengan demikian konsep gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari pengaruh sosial budaya, yakni bentuk rekayasa masyarakat (social contruction) bukan dalam bentuk kodrati (Umar, 1999).
Selain itu bias gender sendiri adalah kecenderungan atau prasangka terhadap jenis kelamin tertentu yang mengakibatkan ketidakadilan gender (Maulana Khusen, 2014:120).
Terbentuknya perbedaan gender mengalami proses yang sangat panjang dan melalui banyak hal. Perbedaan tersebut dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial dan kultural melalui negara maupun ajaran agama. Hal ini terjadi secara evolutif dan perlahan-lahan, sehingga membentuk perilaku dan pola pikir yang permanen dalam struktur masyarakat. Karena proses sosialisasi yang kuat dan permanen ini, seolah merupakan sudah kodrati, padahal yang demikian itu merupakan konstruksi masyarakat (Faqih, 1996).
Isu terkait bias gender atau ketidakadilan gender ini ternyata tidak hanya terjadi di dalam masyarakat, tetapi juga muncul di dalam karya sastra. Seperti yang terdapat pada cerpen yang berjudul “Keputusan Ely” salah satu cerpen karya Dewi Kharisma. Dalam cerita pendek tersebut diceritakan tokoh bernama Ely yang merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Orangtua Ely memiliki hubungan yang kurang baik. Ayahnya sakit dan hanya bisa duduk di kursi roda. Sedangkan ibunya menikah lagi dan tengah memiliki seorang bayi. Dalam cerita pendek tersebut tampak tokoh Ibu dan Kakaknya mengalami bias gender, yaitu subordinasi dan stereotipe.
Dalam cerpen tersebut digambarkan sosok anak yang bernama Ely mengalami sebuah kejadian yang menyakitkan, mulai dari ibunya menikah lagi dan ayahnya yang dianggapnya masih hidup ternyata telah meninggal dunia. Hal tersebut membuat Ely membenci keluarga baru Ibunya dan berhalusinasi terkait segala hal yang berhubungan dengan Ayahnya. Sedangkan tokoh Ibu digambarkan sebagai sosok yang penyayang.
Di sini Ibu dan Kakak Ely berusaha untuk menutupi kenyataan terkait meninggalnya sang Ayah, dikarenakan khawatir Ely akan shock. Namun hal tersebut menimbulkan kesalahpahaman. Ely menganggap bahwa Ibu dan Kakaknya jahat dan tidak peduli pada dirinya. Saat Ely berkunjung kerumah Ayahnya, dirinya bertemu dengan Kakanya yang baru saja pulang bekerja. Ely merasa kesal dengan Kakaknya, karena meninggalkan sang Ayah seorang diri di rumah. Sampai pada suatu ketika Ely melampiaskan kekesalannya kepada Kakaknya dengan mengatakan "Kenapa tak seperti ibu saja, jual diri ke pria kaya. Kalau perlu jadi istri simpanan."
Pada kutipan tersebut seakan-akan merendahkan atau meremehkan kemampuan yang dimiliki seorang wanita yaitu Kakaknya. Menganggap bahwa perempuan bisa mendapatkan uang dengan mudah, dengan cara seperti ‘menjual diri’ atau ‘menjadi istri simpanan’. Dalam kalimat tersebut terdapat bias gender, salah satunya subordinasi. Subordinasi merupakan suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Hal tersebut terlihat dari kalimat yang diucapkan oleh Ely, dirinya memandang atau menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Ibunya termasuk dalam tindakan yang tidak baik (menjadi istri simpanan). Selain itu terdapat juga bias gender dalam bentuk stereotipe. Stereotipe atau pelabelan negatif adalah pemberian citra baku/label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Stereotipe yang beranggapakan bahwa setiap perempuan yang berada pada situasi yang sama seperti yang dialami oleh Ibunya dapat melakukan hal yang serupa.
Hal ini sejalan dengan teori yang diadopsi oleh Julia Wood dan Marsha Houston dari karya Sandra Harding dan Patricia Hill Collins. Teori sudut pandang mengkaji bagaimana keadaan kehidupan individu mempengaruhi aktivitas individu dalam memahami dan membentuk dunia sosial (Littlejhon & Foss, 2008:135). Jika dikaitkan dengan isu feminisme, teori standpoint dapat dilihat melalui pemikiran Nancy Hartsock pada tahun 1983. Teori ini mengklaim bahwa pengalaman, pengetahuan dan perilaku komunikasi terbentuk dalam bagian besar grup sosial di tempat mereka berasal (West dan Turner, 2010:502).