3. Muhammadiyah berkarakter independen:
Muhammadiyah tidak menginduk pada ideologi atau gerakan manapun di luar negeri. Identitasnya terbentuk dari kebutuhan umat Islam Indonesia dalam membangun masyarakat berkemajuan.
Bantahan terhadap Tuduhan kepada Ayahanda Haedar Nashir
Tuduhan yang diarahkan kepada Ayahanda Haedar Nashir sebagai "pendukung Wahabi" adalah distorsi yang tidak berdasar. Pernyataan beliau tentang hubungan Muhammadiyah dengan inspirasi dari Ibnu Taimiyah adalah fakta ilmiah yang tidak perlu diperdebatkan. Justru, ini menunjukkan keterbukaan Muhammadiyah dalam menggali pemikiran-pemikiran ulama salaf tanpa harus terjebak dalam dogma tertentu.
Beberapa poin penting yang perlu ditegaskan:
1. Ayahanda Haedar Nashir adalah tokoh pemikir moderat: Beliau selalu mengajarkan pentingnya sikap wasathiyah (moderat) dalam menyikapi perbedaan, baik dalam konteks internal umat Islam maupun hubungan dengan non-Muslim.
2. Tidak ada bukti valid yang mengaitkan beliau dengan Wahabi: Tuduhan ini hanyalah upaya propaganda untuk melemahkan Muhammadiyah, yang selama ini dikenal sebagai pelopor dakwah yang damai dan berkemajuan.
3. Kritik terhadap Wahabi bukan berarti Muhammadiyah anti-salaf: Muhammadiyah menghormati pemikiran salaf, tetapi tidak serta-merta mengadopsi metode atau pendekatan tertentu secara kaku.
Mengapa Tuduhan Ini Harus Ditolak
Tuduhan ini tidak hanya menyerang pribadi Ayahanda Haedar Nashir, tetapi juga merongrong reputasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam terbesar di Indonesia. Jika tidak diluruskan, fitnah ini dapat memecah-belah umat dan mengaburkan esensi perjuangan Muhammadiyah yang sesungguhnya.
Sebagai kader dan simpatisan Muhammadiyah, sudah menjadi kewajiban kita untuk meluruskan tuduhan-tuduhan ini dengan argumen yang ilmiah dan sikap yang bijak. Mari kita terus mendukung Ayahanda Haedar Nashir dan para pemimpin Muhammadiyah dalam mengemban amanah dakwah dan pembaruan Islam di Indonesia.
Muhammadiyah dan Wahabi memang dapat dikatakan sama-sama terinspirasi oleh pemikiran Ibnu Taimiyah, terutama dalam hal purifikasi (pensucian) ajaran Islam dari praktik-praktik yang tidak memiliki dasar kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Namun, pendekatan kedua gerakan ini terhadap masyarakat dan konteks sosial mereka berbeda secara signifikan.