Mental health merupakan isu yang trending saat ini, khususnya bagi kalagan remaja yang notabene sering mengalami depresi akibat dari kesehatan jiwa yang terganggu, bahkan tak jarang sampai berakibat fatal yaitu bunuh diri. Saat ini kasus yang sedang menggemparkan masyarakat adalah maraknya kasus bunuh diri yang bermula dari depresi, salah satunya berita yang masih hangat diperbincangkan adalah kasus bunuh diri seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurut Kompas.com seorang mahasiwa Universitas Gadjah Mada (UGM) tewas jatuh dari lantai 11 hotel di jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman pada sabtu 08 November 2022. Korban tersebut di duga tewas bunuh diri akibat depresi yang dialami setelah ditemukannya surat keterangan kesehatan dari psikolog mengenai kondisi korban yang terdapat di dalam tas korban.Â
Menurut Psikolog Anak Rumah Sakit Charitas Palembang, Devi Delia, M.psi., Psikolog bahwa kondisi depresi merupakan suatu kondisi serius yang memengaruhi pikiran,perasaan, dan juga perilaku individu secara negatif. Jika pada situasi normal, kesedihan seseorang hanya bersifat sementara, namun ketika mengalami depresi, kesedihan yang dialami seseorang bersifat persisten dan menetap, pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan kedeharian individu tersebut. Oleh karena itu, menurutnya, pentingnya edukasi mental helath sehingga kasus bunuh diri dapat diminimalisasi.
Kasus tersebut menginterpretasikan bahwa remaja sangat rentan terhadap isu mental health, sehingga menimbulkan depresi yang mendalam dan berujung fatal. Menurut National Asolescent Mental Helath Survey (I-NAMHS) mengemukakan bahwa datu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sedangkan satu dari 20 orang memiliki gangguan mental dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Angka tersebut setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja yang terpapar masalah kesehatan mental. Adapun gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyekuruh) sebesar 3.7%, gangguan depresi mayor 1.0%, dan gangguan perilaku 0.9%, dan berikutnya adalah gangguan stress pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) sebesar 0.5%.
Menurut egsaugam pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki presentase depresi sebesar 6,3%. Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh diri. Terdapat 80-90% kasus bunuh diri merupakan dampat dari depresi dan kecemasan. Kasus bunuh diri di Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara dengan setiap satu jam terdapat kasus bunuh diri. Menurut riset ahli sucidologist sebesar 4.2% siswa di Indonesia pernah berfikir untuk bunuh diri, kalangan mahasiswa 6.9% mempunyai niatan bunuh diri, sedangkan 3% lainnya pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Data-data tersebut menunjukkan pentingnya kesehatan mental bagi masyarakat khususnya para remaja, darurat kesehatan mental tersebut perlu ditanggulangi dengan edukasi kesehatan mental yang kredibel dan proporsional. Adapun aspek-aspek kesehatan mental bagi remaja menurut Lubis dkk (2019) adalah; 1) perasaan seorang remaja kepada diri sendiri (accept yourself), 2) perasaan remaja terhadap orang lain (menerima orang lain apa adanya), dan, 3) bagaimana kemampuan remaja mengatasi persoalan hiduo sehari-hari. Kemampuan remaja menjalankan peran intrapersonal dan interpersonal tersebut menjadi penting untuk dikembangkan[1].
Â
Daftar Pustaka
Â
Lubis, Layla Takhfa, Laras Sati, Naura Najla Adhinda, Hera Yulianirta, and Bahril Hidayat. "Peningkatan Kesehatan Mental Anak Dan Remaja Melalui Ibadah Keislaman." Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan 16, no. 2 (2019): 120--29. https://doi.org/10.25299/jaip.2019.vol16(2).3898.
Â