Mohon tunggu...
Khiara Aura Quinsha
Khiara Aura Quinsha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

sky

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

"Ketika Ego dan Keluarga Beradu"

15 Desember 2024   20:30 Diperbarui: 15 Desember 2024   20:27 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen berjudul "Yang Lebih Penting dari Aku" karya Farida, yang terbit dalam buku Bahasa Indonesia kelas sembilan pada halaman empat hingga enam, menggambarkan ketegangan sebuah keluarga yang menunggu kakek mereka yang sedang menjalani operasi di rumah sakit. Dalam cerita ini, tokoh utama, yang aku, bersitegang dengan saudara-saudaranya. Wajah mereka yang tampak lelah dan cemas semakin membuatku merasa lemas di tengah situasi yang menegangkan ini.

Waktu berlalu dengan lambat, dan kebosanan menggerogoti aku yang sudah harus berada di rumah sakit hingga tengah malam. Sebenarnya, aku ingin bersenang-senang di rumah, jauh dari suasana tegang ini. Dengan pilihan yang terbatas, aku berusaha mengalihkan perhatian dengan membaca buku. Namun, ketenanganku terusik oleh saudara-saudara yang menggunjing tentangku, menggambarkan bahwa aku tidak mau bergabung dengan mereka. Suara bisikan mereka sampai ke telingaku, memicu kemarahan yang tak terhindarkan. Ketegangan memuncak saat aku menghampiri mereka, dan suasana semakin meruncing, hampir berujung pada pertengkaran.

Namun, ketegangan itu mendadak teratasi ketika seseorang keluar dari ruang operasi dengan kabar gembira: kakek telah sukses dioperasi dan kini berada di ruang pemulihan. Kabar ini membawa rasa syukur yang mendalam. Wajah-wajah tegang yang sebelumnya menghiasi ruangan kini berubah menjadi lega. Dalam momen tersebut, aku dan saudara-saudara segera saling bermaaf-maafan, dan suasana pun kembali akur.

Cerpen "Yang Lebih Penting dari Aku" sudah memenuhi syarat sebagai sebuah karya yang menarik. Pada paragraf 8, ide pokoknya terletak di awal dan akhir kalimat, menekankan pada perasaan marah yang merundungku. Ada beberapa ide pendukung yang kuat, seperti kesiapan aku untuk meledak, deru jantungku yang semakin kencang, serta rasa sakit yang bisa kurasakan saat ujung kuku menekan telapak tanganku.

Ketika membaca cerpen ini, aku merasakan beragam emosi: kesal, bingung, lega, dan bahagia. Aku merasa kesal saat saudara-saudara menggunjingku dengan seenaknya, bingung ketika mereka terus menggangguku meskipun kami adalah keluarga, lega saat mendengar kakek selamat dari operasi, dan bahagia saat aku menyaksikan rekonsiliasi di antara kami meskipun hampir terjebak dalam pertikaian.

Menurut penilaianku, karakter aku dalam cerita ini adalah seorang laki-laki. Hal itu terlihat dari paragraf 2, di mana dia menyatakan keinginannya untuk bermain game dan keinginan untuk bertengkar dengan saudara-saudara yang lain. Di paragraf 5, dia juga menyebutkan bahwa dirinya seumuran, menunjukkan bahwa ia mengidentifikasi diri sebagai seorang laki-laki yang biasanya memiliki sifat dan hobi seperti itu.

Pada paragraf pertama, terdapat kalimat yang menyebutkan suasana sunyi yang membuat setiap suara terdengar jelas. Di ruangan besar dan bergema seperti rumah sakit, suara keras maupun lembut akan sangat mudah terdengar. Aku bisa memahami bahwa semua peristiwa ini terjadi di rumah sakit, seperti yang dijelaskan dalam paragraf 2 dan 9. Di paragraf 9, tampak jelas bahwa anggota keluarga menunggu dengan wajah yang khawatir dan lelah, menciptakan suasana menegangkan di mana tokoh kita tidak bisa pulang. Terlebih lagi, adanya kalimat "operasi berhasil, pasien ada di ruang pemulihan" dalam paragraf 9 semakin mengukuhkan setting cerita yang berlatar belakang rumah sakit.

Pada paragraf ketiga, tokoh merasakan campuran kesal dan marah saat ia berkata, ". . . mereka semua terikat darah denganku. " Rasa kesalnya muncul karena suara-suara sinis yang masih bergema di telinganya, disertai tawa yang menggoda. Ia ingin menunjukkan kemarahan, tetapi tak mampu melakukannya, mengingat semua orang itu adalah saudara-saudaranya.

Di paragraf ketujuh, Bahar mengungkapkan, "Kamu tidak mau bergabung, dan itu mengganggu. " Kalimat ini mengisyaratkan keinginan Bahar untuk mengajak tokoh utama bergabung, tetapi tokoh tersebut tidak memberikan jawaban. Hal ini menggambarkan bahwa Bahar sebenarnya kurang senang pada tokoh tersebut karena menolak bergabung dan berbincang dengan mereka. Menurutku, penolakan tokoh untuk bergabung disebabkan oleh tindakan mengganggu yang dilakukannya, meskipun sebenarnya tokoh ini tidak mengganggu mereka.

Pada paragraf sembilan, perasaan tokoh dapat diringkas dalam tiga kata: terkejut, lega, dan senang. Ia terkejut ketika pintu geser berwarna hijau terbuka, menandakan kehadiran "Keluarga Bapak Pattarani. " Keterkejutannya berlanjut menjadi rasa lega saat mengetahui operasi berhasil. Rasa senangnya semakin menguat ketika ia melihat kakeknya yang telah berada di ruang pemulihan.

Menurutku, judul bacaan ini kurang tepat. Judul yang lebih pas menurutku adalah "Malam yang Menegangkan. " Aku memilih judul ini karena malam itu menjadi saksi terjadinya ketegangan dan sedikit pertengkaran di antara mereka. Selama malam tersebut, mereka juga diliputi rasa gelisah dan cemas menunggu kabar mengenai kakek yang sedang menjalani operasi di rumah sakit. Namun, di akhir malam, semua kembali gembira dan bersyukur, meskipun sebelumnya mereka hampir terlibat dalam baku hantam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun