Desa Lebak adalah sebuah desa dengan tanah yang subur namun dihuni keluarga-keluarga miskin. Mereka bermatapencaharian sebagai petani. Masing-masing keluarga mempunyai sepasang kerbau untuk membantu pertanian mereka karena masing-masing keluarga wajib untuk menyerahkan hasil tanam mereka ke penguasa Belanda.
Pada zaman penjajahan bangsa hidung mancung, tinggallah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, seorang putra serta putrinya. Mereka tinggal di Desa Lebak bersama rakyat-rakyat lainnya. Namun anak – anak mereka sudah tidak pernah bertemu dengan sang ayah karena ayah mereka telah dibawa oleh bangsa hidung mancung ke sebuah daerah bernama Anyer. Sang ayah dipaksa untuk membangun jalan dari Anyer-Panarukan bersama dengan orang-orang lainnya. Mereka diharuskan bekerja siang dan malam dengan waktu istirahat hanya 15 menit. Untuk tidur malam, mereka juga dibatasi waktunya dan hanya mendapatkan jam tidur selama 3 jam. Untuk makan siang dan makan malam, mereka harus membuat minimal 10 meter rel kereta api baru mendapatkan makanan. Jika tidak mencapai 10 meter, maka mereka tidak akan mendapatkan jatah makanan. Itulah kekejaman bangsa hidung mancung. Bahkan, tak sedikit yang mati karena kelaparan dan kecapaian. Setiap minggu sang ayah berusaha mengirimkan surat kepada keluarganya untuk memberitahukan kabarnya dan kejadian-kejadian yang dialami oleh si ayah.
Di sisi lain, si Ibu juga tak luput dari kerja paksa untuk menanam padi dan tebu sepanjang 500 meter dan wajib diserahkan setiap 3 bulan sekali. Setelah menyerahkan hasil panen, Ia harus membayar pajak untuk tanah dan hasil panennya sendiri. Sedangkan, si anak perempuan ini karena parasnya yang elok dan rupawan, Ia menjadi pembantu di rumah sang jendral hidung mancung. Oleh karena itu, Ia mengetahui semua rencana dan kejahatan yang akan mereka lakukan kedepan. Si anak laki juga menjadi pesuruh bangsa hidung mancung dan harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang hidung mancung setiap hari.
Setahun kemudian, tidak ada kabar dari si ayah. Tidak ada surat yang diterima oleh mereka sejak si ayah mengabarkan bahwa ia ditangkap oleh sang bupati karena Ia berusaha kabur. Akhirnya si ayah dianggap sudah meninggal oleh keluarganya. Mereka berduka dan sangat sedih.
Dua tahun kemudian, orang-orang hidung mancung mendatangi desa tersebut dan mengambil semua kerbau yang ada di desa tersebut. Si ibu tidak ingin menyerahkan kerbau kesayangannya itu karena kerbau itu adalah satu-satunya harta yang ia punya. Dan juga hanya dari si kerbaulah pertanian bisa berjalan. Karena si ibu tidak ingin melepaskan kerbaunya, akhirnya ia dipukuli oleh orang-orang hidung mancung. Setelah mereka memukuli si ibu, mereka mengambil kerbaunya. Si ibu segera ditolong namun karena terlalu dalam lukanya, akhirnya ia pun meninggal. Kedua anaknya pun bersedih karena kehilangan kedua orang tuanya secara beruntun.
Akhirnya mereka berdua berniat untuk membalas kejahatan bangsa hidung mancung karena telah membunuh kedua orangtuanya. Si anak perempuan yang bekerja sebagai pembantu jendral berniat untuk membunuh si jendral karena ia sangat marah dan dendam. Namun ia ditenangkan oleh kakak laki-lakinya. Akhirnya mereka menyusun rencana bersama rakyat-rakyat lainnya yang juga tertindas untuk menyerang si bangsa hidung mancung.
Pada suatu hari, si anak perempuan mendengar pembicaraan antara si jendral dengan si bupati. Ternyata si jendral memberikan perintah kepada si bupati untuk membunuh orang-orang di desa tersebut karena  desa tersebut  tanahnya sangat subur dan mereka ingin menguasainya untuk keuntungan pribadi si jendral. Si anak perempuan itupun melaporkan ke sekutu mereka akan adanya pembakaran desa pada 2 hari kedepan, dan juga kepada kakak lelakinya agar mereka bisa bersiap siap dan bekerja sama melindungi tanah mereka.
Dua hari kemudian, rakyat-rakyat dipindahkan secara paksa ke hutan. Orang-orang Belanda itu bersiap-siap untuk memusnahkan desa itu dengan membakar rumah – rumah yang sudah kosong. Ketika orang-orang Belanda mulai untuk membakar desa tersebut, tidak ada orang-orang desa yang panik dan ketakutan. Yang ditemukan hanyalah kesunyian saja. Orang-orang Belanda itu pun bingung dan saling bertanya-tanya. Tanpa diragukan lagi, rakyat-rakyat Desa Lebak pun menyerang dengan senjata yang mereka punya dari belakang. Akhirnya karena orang-orang belanda itu kalah jumlahnya, mereka pun kalah. Desa itu pun akhirnya berhasil diselamatkan. Namun, karena kegagalan itu, si jendral pun marah dan sangat kesal. Ia memecat semua pembantu dari rakyat desa itu dan memeras mereka. Jendral mempersiapkan pasukan besar untuk balas dendam.
Sedangkan, rakyat-rakyat desa yang mengetahui bahwa si jendral sangat marah, mereka pun mempersiapkan diri untuk menghadapi perang tersebut. Ibu-ibu dan anak-anak dipindahkan ke desa lain sedangkan bapak-bapak dan para pemuda dipersiapkan untuk perang.
Tiga hari kemudian terjadi perang besar-besaran. Terjadi pembantaian di Desa Lebak, dan semua pemuda mati dibunuh termasuk si anak laki-laki tersebut. Anak perempuan itu sangat sedih. Akhirnya si anak perempuan memilih bunuh diri karena ia percaya bahwa sia-sia hidup kalau orang yang disayanginya sudah meninggal semua. Ia bunuh diri dengan menyerahkan diri kepada orang Belanda, dan ia mati ditembak. Sebelum meninggal, ia bersorak untuk kejayaan Indonesia di masa mendatang. TAMAT
Sumber:
http://www.sejarawan.com/221-pemerintahan-daendels-di-indonesia-1808-1811-a.html
https://www.youtube.com/watch?v=teDbp-QsjGI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H