DYSTOPIA TEKNOLOGI DAN POKEMON GO!
Perkembangan teknologi yang semakin mutkahir memungkinkan kita untuk terhubung satu dengan yang lain di tempat yang terpisah jarak yang sangat jauh sekalipun menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Hanya dalam hitungan detik kita dapat terhubung dengan seseorang yang berjarak ribuan kilometer dari tempat kita dengan telepon, video call, dan chat. Informasi menjadi lebih mudah. Dengan menggunakan mesin pencari Google kita dapat menemukan 2.560.000 hasil pencarian informasi hanya dalam waktu 0,3 detik. Sangat cepat bukan?.
Perkembangan teknologi ini tentu saja membawa manusia kepada banyak perubahan. Dulunya orang menempuh jarak yang jauh hanya dengan berjalan kaki atau memanfaatkan hewan untuk ditunggangi, seiring perkembangan teknologi manusia dapat menempuh jarak berkilo-kilo meter dengan kendaraan bermesin. Misalnya untuk menuju Kota Maros dari Tamalanrea dibutuhkan setidaknya sekitar 5 jam jalan kaki dengan jarak sekitar 30 Kilometer namun hanya sekita 1 jam dengan sepeda motor atau mobil. Perjalanan 1 hari 1 malam dengan kapal laut dari Makassar ke Surabaya hanya ditempuh dalam 1 jam dengan menggunakan pesawat terbang. Kalau dulu orang berkomunikasi dengan sanak saudara dan keluarga yang jauh dengan surat-menyurat dan harus menunggu balasan berhari-hari, sekarang hanya dalam sepersekian detik pesan dapat terkirim kepada orang yang dituju meskipun terkadang juga hanya sekedar di “read” atau bahkan diabaikan sama sekali.
Begitupun perubahan dalam kehidupan sosial manusia. Trend yang terjadi pada masyarakat urban saat ini adalah bangun pagi mengecek gadget, berkendara sambil bermain handphone meskipun berbahaya, jalan dengan memperhatikan gadget, berkomunikasi dengan layar handphone, bahkan sampai tidur kembali yang terakhir ditatap adalah layar gadget.
Merefleksikan bahwa teknologi sudah menjadi bagian esensial dalam kehidupan banyak orang. Perkembangan teknologi mengaburkan batasan antara media-media komunikasi yang ada, sehingga memunculkan fenomena konvergensi teknologi komunikasi. (Zhang, Y.E. Examining Media Convergence: Does it Converge Good Journalism, Economic Synergies, andCompetitive Advantages? P 22)
Namun, kemudahan yang dibawa oleh kemajuan teknologi tidak serta mertamendapatkan dukungan dari masyarakat secara keseluruhan. Namun, di tengah ubikuitas segala bentuk media komunikasi, ada individu-individu yang dengan sadar memilih untuktidak menggunakannya, bukan karena alasan-alasan tidak memiliki fasilitas komputer ataulayanan internet. Neo-luddisme: “a leaderless movement of passive resistance toconsumerism and the increasingly bizzare and frightening technologies of the computerage.” (Sale, K. America’s new Luddites.http://mondediplo.com/1997/02/20ludites.)
Paham ini menganggap bahwa teknologi memiliki efek negatif pada individual, komunitas dan lingkungan, karena adanya pertentangan antara teknologi dan nilai-nilai humanisme. Penganut neo-luddism memiliki ketakutan akan pengaruh yang tidak diketahuidari teknologi baru terjadi, ketakutan akan terjadinya dystopia. Komunikasi instan yangberkembang karena bantuan teknologi, merubah sesuatu yang sangat fundamental, yang mungkin menganggu dan mengurangi esensi hubungan personal antar manusia. Ada kemungkinan bahwa teknologi komunikasi instan akan menumpulkan sensibilitas dan sensitivitas manusia, melemahkan antisipasi, dan menghilangkan keharusan untuk mengenal orang lain tanpa harus diminta.
Begitupun dengan munculnya permainan Pokemon Go! yang berbasis Augmented Reality membentuk opini di masyarakat dan menimbulkan pro dan kontra tentang permainan tersebut.
Augmented Reality (AR) atau Realitas Tertambah adalah teknologi yang menggabungkan benda-benda maya (baik berdimensi 2 dan/atau berdimensi 3) dan benda-benda nyata ke dalam sebuah lingkungan nyata berdimensi 3, lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata agar terintegrasi dan berjalan secara interaktif dalam dunia nyata. (Wikipedia)
Augmented Reality bekerja berdasarkan deteksi citra, dan citra yang digunakan adalahmarker. Prinsip kerjanya adalah kamera yang telah dikalibrasi akan mendeteksi markeryang diberikan, kemudian setelah mengenali dan menandai pola marker, webcam akan melakukan perhitungan apakah marker sesuai dengan database yang dimiliki. Bila tidak, maka informasi marker tidak akan diolah, tetapi bila sesuai maka informasi marker akan digunakan untuk me-render dan menampilkan objek 3D atau animasi yang telah dibuat sebelumnya.
Muncul ketakutan-ketakutan tentang efek negatif yang ditimbulkan dengan munculnya permainan berbasis Augmented Reality. Bahkan trend permainan ini menimbulkan kekhawatiran pihak Badan Intelijen Indonesia terhadap keamanan kerahasiaan negara yang terancam dengan adanya game ini. Bahkan sampai ada himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah agar tidak memainkan Pokemon Go pada tempat-tempat vital negara dengan alasan keamanan dan kerahasiaan negara. Bahkan ketika saya mengetikkan kata kunci “kecelakaan akibat Pokemon Go” muncul 910.000 hasil pencarian dalam waktu 0.50 detik. Ada berita yang memberitakan kecelakaan lalu lintas akibat bermain Pokemon Go, perampokan, bahkan penemuan mayat saat bermain Pokemon Go.
Keberadaan Pokemon yang dapat dilihat oleh siapa saja,rupanya juga mengundang penjahat untuk melancarkan aksinya. Minggu (10/7/2016), empat remaja di Missouri diduga menggunakan aplikasi untuk memikat orang datang ke lokasi yang telah mereka tentukan.
Kemudian, mereka merampok pemain Pokemon Go yang datang ke lokasi itu. Belum diketahui secara pasti berapa korban perampokan bersenjata itu. (http://www.gulalives.co/2016/07/15/daftar-kecelakaan-dan-kejahatan-akibat-mainkan-pokemon-go/)
Ketakutan-ketakutan akan pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh Pokemon Go tentu saja merupakan hal yang wajar terjadi pada masyarakat.
Coba bayangkan apa saja yang dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh Pokemon Go di masa depan?. Pada mulanya komunikasi antara setiap individu di dunia nyata kaan menjadi interaksi maya melalui dunia permainan. Setiap indvidu akan terfokus pada gadgetnya dan batasan antara dunia nyata dan dunia maya akan semakin kabur. Jalan-jalan dikota akan dipenuhi dengan orang-orang yang asik sendiri dan berbicara sendiri. Hal ini semakin mungkin terjadi dengan dukungan teknologi kacamata Virtual Reality yang bisa menghubungkan tampilan gadget langsung ke mata sehingga pengguna tidak perlu lagi menunduk dan memegangi gadgetnya. Lalu penemuan-penemuan dan perkembangan selanjutnya permainan ini akan dapat dimainkan dengan gerakan tubuh dengan ditemukannya alat yang dapat menghubungkan gadget dengan syaraf-syaraf tubuh sehingga kontrol gadget dapat dilakukan hanya dengan mimik wajah atau gestur-gestur tertentu tanpa harus menyentuh layar gadget.
Lalu selanjutnya apa? Bayangkan suatu saat permainan Pokemon Go semakin berkembang dan memungkinkan terjadinya perang antar wilayah dan perebutan kekuasaan di dunia nyata melalui permainan Pokemon Go. Mungkin hayalan saya berlebihan tentang ini tapi hal itu memungkinkan. Maka bukan hal yang tidak mungkin pula perebutan wilayah antar geng yang terjadi dalam permainan Grand Theft Auto dapat terjadi secara nyata dengan adanya teknologi Augmented Reality, Virtual Reality, dan perkembangan teknologi lainnya.
Namun apa yang saya sebutkan sebelumnya hanya sebuah asumsi dan hayalan asl-asalan tidak perlu dianggap terlalu serius. cukup dibaca dengan minum kopi sambil makan camilan. Baik atau buruk semuanya kembali tergantung kepada penggunanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H