Di awal tulisanku bertajuk, "Tiga Harapan Sederhana Anak Rantau," menceritakan keluh kesah sekaligus harapan kami sebagai anak rantau yang jauh dari sanak keluar.
Tiga harapan tersebut meliputi; pulang kampung, wisuda pascasarjana, dan buku sejarah lembaga. Ketiganya memiliki alasan tersendiri yang menjadi sebuah harapan di tahun ini.
Tetapi, momen yang paling sulit yang aku rasakan kali ini hanya satu, tidak bisa pulang kampung. Semenjak di bulan Januari 2020, aku sudah mencari harga tiket Pekanbaru-Jakarta, harga kala itu termasuk sangat murah berkisar Rp 539 ribu sekali penerbangan. Apabila Round-Trip, membutuhkan biaya sekitar Rp 1.100 ribu.
Semua sudah aku perhitungkan secara matang. Berjalannya waktu, ada kebijak baru bahwa Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ditutup. Dikutip dari laman regional.kompas.com bertajuk, "Bandara SSK II Pekanbaru Tutup Penerbangan Penumpang 25 April-1 Juni.
Walaupun pada hakikatnya pulang kampung sementara ini aku pending lantaran pandemi. Dan memang keluarga di kampung menyarankan untuk tidak pulang, sepertinya ada kekhawatiran karena aku akan melewati daerah berzona merah.
Pupus harapan pulang kampung tahun ini bukan hanya karena pandemi. Tetapi, disesalkan sekarang tidak bisa bertemu dengan sosok ibu yang lambat laun rambut putihnya semakin meluas.
Bagiku sebagai anak laki-laki, kewajiban berbakti kepada orang tua terhitung sampai akhir hayat hidup ini. Berbeda dengan anak perempuan, baktinya akan berpindah kepada suami setelah menikah.
Aku tidak ingin kesempatan ini kembali pergi untukku. Semenjak almarhum Ayah dijemput lebih dahulu, aku banyak belajar untuk lebih berbakti lagi kepada Ibu. Ketahuilah, sedewasa apa pun dirimu sekarang, dihadapan ibu kamu tetap seperti anak kecil.
Kemarin, Senin (4/5), baru saja aku saksikan video menarik dari Mardigu WP, diupload di Instagram Tv berjudul, "Kelapangan Hati Seorang Ibu," video ini menjelaskan tentang kisah nyata seorang anak laki-laki nakal yang dikemudian hari menjadi sukses.
Simak selengkapnya: