Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Tiga Harapan Sederhana Anak Rantau

27 April 2020   18:37 Diperbarui: 27 April 2020   18:35 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dikutp dari regional.kompas.com. Bertajuk, "Dilarang Mudik, yang Bertahan dan yang Bersikeras untuk Pulang"

Kilas aku menonton televisi, sekaligus membaca berita via online, dikabarkan ada larangan untuk mudik lebaran di tahun 2020.  Sebelumnya, viral meme tentang perbedaan antara mudik dan pulang kampung. Ini berawal dari stetemen bapak presiden Jokowi saat berbincang dalam program Mata Najwa Eksklusif.

Sampai hari ini, Senin (27/4) pukul 17:05, di Youtube masih tranding nomor satu bertajuk, "Jokowi Diuji Pandemi -- Jokowi: Mudik dan Pulang Kampung Itu Beda (Part 2), Mata Najwa," lihat selangkapnya:


Aku tidak begitu mempermasalahkan perbedaan atau persamaan kata mudik dan pulang kampung. Tetapi, sangat disayangkan pada tahun ini adalah tidak bisa mudik dengan hati yang lapang.

Pulang Kampung

Catatan kata dari anak rantau, "Rindu tak pernah mengenal waktu, bahkan jarak pun ia terabas. Sesekali cukup dengan sosmed; wa, vcall, zoom, atau perangkat pembantu lainnya. Tetapi, rindu yang hakiki akan terus terucap selalu oleh lisan yaitu doa. Untuk seseorang yang aku rindukan, izinkan lisan ini terus mendoakanmu untuk sampaikan derasnya terpaan rindu anak rantau."

Menuliskan kata demi kata menjadi sebuah kebiasaanku, bagiku menulis merupakan ladang berbagi sesama makhluk sosial. Sesekali bisa dipetik hikmahnya, atau juga bisa menjadi suri tauladan diri kita bagi orang lain.

Pulang kampung menjadi momentum berharga bagi anak rantau. Saat ini, aku merantau di pulang Sumatera, Riau. Keadaan di sini sudah resmi pemberlakukan penyekatan di seluruh pintu keluar dan masuk Kota Pekanbaru selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), lihat selengkapnya di regional.kompas.com, bertajuk "Akses Keluar dan Masuk Pekanbaru Semakin Ketat. 

Kisahku, dari tahun 2007 akhir sudah merantau. Pulang hanya perkiraan satu tahun dua kali. Dari 2007-2012 aku bejalar menuntut ilmu di Kediri, kemudian tahun 2013 pindah ke Ponorogo. Di 2014-2018 aku ditugaskan kembali di Kediri, dan pada akhirnya mendapatkan kesempatan mengemban amanah di Riau dari 2018 akhir hingga sekarang.

Bukan penghambatan atau larangan mudik yang aku sesali. Tetapi, kesempatan mudik yang selalu tidak bisa direalisasikan sebagai anak rantau. Bisa karena harga tiket mahal untuk pulang-kembali. Ataupun finansial saat itu memang tidak bisa mengkondisikan untuk pulang.

Pada tangggal 21 November 2018, kala itu menjadi momen paling menyedihkan lantaran harus pulang kampung secara terpaksa. Karena Ayah sakit, kemudian Allah memanggilnya. Aku hanya bisa menemani almarhuman dalam waktu yang begitu singkat, 1 minggu.

Singkat namun berharga, karena saat itu aku bisa berbakti secara total kepada orang tua; bisa menemaninya dari sakit, memandikan jasadnya, menjadi imam shalat jenazah, sampai pada titik almarhum ditempatkan di dipan paling mulia, alam kubur. Alfatihan untuk almarhum ayah.

Pulang kampung bagi anak rantau merupakan sebuah momentum. Tidak ada yang menginginkan pulang secara terpaksa, semua orang ingin pulang dengan kelapangan hati. Bagi kalian anak rantau, berbaktilah kepada orang tua selagi mereka masih ada.

Wisuda Pascasarjana

Kata syukur termasuk iman tertinggi bagi mukmin, begitu kiranya untuk menghadapi situasi pandemi saat ini. Kita harus tetap bersyukur. Aku mensyukuri semua kebijakan yang lambat laun terus berkembang, dari social distance, physical distance, dan sekarang PSBB.

Bahkan di semua kampus pun diliburkan, dialihkan pembelajarannya via online. Di lain sisi tidak bisa bertatap muka ketika mata kuliah berlangsung, tetapi bimbingan tesis menjadi lebih mudah.

Harapanku sebagai anak laki-laki, ingin menghadiahkan wisuda pascasrjana di tahun 2020 untuk keluarga besarku, terpenting untuk almarhum karena sudah membawaku pada titik tertinggi dalam pendidikan.

Juga untuk seseorang yang akan menjadi pemdamping hidupku. Karena aku belum bisa memberikanmu banyak hal selain sajian sederhana ini yaitu, Wisuda Pascasarjana 2020.

Buku Sejarah Lembaga

Berkarya bagiku adalah amal jariyah. Mungkin juga bagi kalian yang menggeluti di bidang menulis. Karena hasil goresan tinta tak akan pernah pudar ditelan oleh waktu, walalupun jasad ini sudah dikebumikan.

 Aku hidup dan didikan selama hampir 13 tahun di sebuah lembaga, pesantren. Jauh dari keluarga maupun orang tua menjadi tuntutan bagi penuntu ilmu. Karena aku meyakini, langkah yang jauh untuk menuntu ilmu merupakan berjidah di jalan Allah.

Lama pendidikan sekaligus pengabdianku kepada pesantren kiranya belum sempurna apabila belum bisa menghasilkan buah karya tulis, ini menurutku. Untuk itu, cita-cita saat ini sangat sederhana agar catatan karya sejarah pesantren yang diri ini abdikan segera terselesaikan dan terealisasikan dikemudian hari diterbitkan.

Info perkembangan di pesantren kunjungi laman ini, gontor.ac.id/putri7.

Dengan begitu, momentum ramadhan 2020 bagiku tidak hanya mengejar amal-amal wajib dan sunah. Tetapi, meningkatkan produktifitas menulis, dalam hal ini tesis dan buku sejarah lembaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun