Mohon tunggu...
Khasan Ashari
Khasan Ashari Mohon Tunggu... Diplomat - Liverpool FC | ASN | Penulis

Penulis buku "Pernah Singgah: Inspirasi dari Perjalanan Keliling Eropa" (Elex Media Komputindo, 2019)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesona Andalusia (2): Kemegahan Alhambra

24 Oktober 2015   11:58 Diperbarui: 29 Oktober 2015   21:22 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Al Qal'at al Hamra. The red fort. Benteng merah.

Nama dalam bahasa Arab itu berubah menjadi 'Alhambra' dalam bahasa Spanyol. Terletak di atas bukit di pinggiran kota Granada, Alhambra merupakan kompleks yang awalnya berfungsi sebagai benteng. Di kompleks ini kemudian dibangun istana yang megah dan taman yang indah. Pembangunan selesai pada masa pemerintahan dua penguasa Kerajaan Alhambra yaitu Sultan Yusuf I (1333-1353) dan Sultan Muhammad V (1353-1391).

Benteng di salah satu sudut kompleks Alhambra.

Menghabiskan malam pertama dengan rehat total setelah menempuh perjalanan panjang Vienna-Hamburg-Madrid-Granada, pagi hari kami sudah siap untuk memulai pengembaraan di Andalusia. Selesai sarapan di hotel dan check-out, sekitar jam 9 pagi kami berjalan kaki menuju pintu masuk utama Alhambra. Kebetulan hotel tempat kami menginap hanya berjarak 'seperlemparan batu' dari kompleks Alhambra.Dan sejak tadi malam mobil juga sudah terparkir di tempat parkir tidak jauh dari pintu masuk tersebut.

Tujuan pertama kami adalah mesin pencetak tiket. Bentuknya mirip ATM. Tiket sudah kami pesan dua bulan yang lalu. Saya cukup memasukkan kartu kredit yang digunakan membayar saat memesan tiket. Tanpa memasukkan data apa pun, di layar muncul empat tiket yang siap dicetat. Tinggal tekan 'print' dan tiket untuk kami berempat sudah siap.

Kami memesan tiket untuk sesi pagi. Artinya kami boleh berada di kompleks Alhambra mulai jam 10 sampai dengan jam 2 siang. Di tiket itu juga tercantum slot waktu untuk masuk ke Istana Nasrid jam 1.30 siang. Sebagai informasi, jumlah pengunjung Istana Nasrid dibatasi dan pintu masuk dibuka setiap setengah jam. Tujuannya agar pengunjung tidak berdesakan di istana yang ukurannya tidak terlalu besar ini.

Generalife

Jalan keluar dari taman Generalife.

Setelah melihat peta Alhambra, kami putuskan untuk menikmati keindahan taman Generalife. Nama taman ini, Generalife, berasal dari bahasa Arab Jannat al Arif. Kurang lebih artinya taman orang-orang pandai. Melihat keindahannya, saya membayangkan betapa pintarnya arsitek yang membangun taman ini. Di puncak bukit yang tandus mereka membangun taman dengan sistem irigasi yang begitu rapi. Tanaman tumbuh menghijau membuat hawa menjadi begitu sejuk.

Konon, sistem pengairan modern ini merupakan salah satu peninggalan terpenting peradaban Islam di Spanyol. Sistem pengairan ini tidak hanya dimanfaatkan untuk membangun taman-taman yang cantik. Tetapi juga untuk mengembangkan sistem pertanian modern pada zaman itu.

Alcazaba

Benteng Alcazaba.

Puas berkeliling Generalife, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya: Alcazaba bagian dari Alhambra yang berfungsi sebagai benteng dan barak militer. Dari Generalife ke Alhambra terhampar taman dan bangunan-bangunan kecil dengan nuansa Islam yang sangat kental.

Begitu masuk ke Alcazaba, suasana benteng begitu terasa. Tembok bangunan dibuat tebal dan kokoh, sehingga tidak akan roboh diterjang meriam musuh. Dari atas benteng kota tua Granada terlihat jelas.

Istana Nasrid

Pilar-pilar yang cantik dan megah di Istana Nasrid.

Destinasi terakhir di Alhambra adalah Istana Nasrid. Istana ini dibangun oleh Dinasti Nasrid yang berkuasa di Granda pada tahun 1238-1492. Keindahan bangunan dan ornamen di dalamnya sungguh mempesona. Selain kaligrafi tulisan Arab, sebagian tembok istana dihiasi dengan ornamen geometris yang menjadi ciri khas peradaban Arab zaman itu.

Kaligrafi yang terpampang indah di sejumlah sudut istana bertuliskan 'wa laa ghaliba ilallah'. Pemenang sesungguhnya hanyalah Allah, demikian kira-kira arti kalimat tersebut. Kalimat ini tidak hanya menjadi sumber semangat tetapi juga sebagai pengingat. Bahwa segala kemegahan yang ada di Alhambra hanya dapat dibangun atas izin dan kuasa Allah.

Patung singa yang menjadi salah satu ikon Alhambra.

Empat jam menyusuri sudut-sudut Alhambra - di tengah suhu musim panas yang mencapai 40 derajat - menjadi pengalaman tak terlupakan. Di sudut Eropa, selama lebih dari 700 tahun, berkembang peradaban Islam yang gemilang. Ingin rasanya lebih lama menikmati keindahan taman dan bangunan di kompleks Alhambra, namun alokasi waktu mengharuskan kami untuk segera beranjak.

Pintu dengan ornamen khas Islam di Istana Nasrid.

Ada rasa berat saat kaki ini melangkah, keluar melintasi pintu gerbang Alhambra. Terbayang bagaimana perasaan Sultan Abu Abdullah atau Muhammad XII (yang juga dikenal sebagai Boabdil dalam bahasa Spanyol) saat harus meninggalkan menyerahkan kunci kota Granada kepada penguasa Catillia, Ratu Isabela dan Raja Ferdinand. Granada menjadi benteng terakhir kaum Muslim di Spanyol. Pada tanggal 2 Januari 1492, Boabdil terpaksa meninggalkan Granada dan segala kemegahan Alhambra.

Di sebuah bukit konon Boabdil menghentikan kudanya untuk melihat kota Granada terakhir kalinya. Bukit itu kemudian diberi nama Suspiro del Moro atau 'the Moor's sigh'. Boabdil meninggalkan Granada dengan penuh rasa sedih bersama sejumlah pengikutnya.

Sambil terus mengagumi keindahan dan kemegahan Alhambra, siang itu kami meneruskan perjalanan ke destinasi berikutnya: Sevilla.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun