Vandalisme salah satu musuh pemerintah yang sulit untuk di hilangkan. Mulai dari coretan coretan, gambar mural di dinding kota, serta graffiti yang tersebar di sudut sudut bangunan. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah vandalisme dan graffiti itu berhubungan? Apakah graffiti merusak?. Untuk membahas lebih dalam, kita bedah dahulu apa itu graffiti? Dan apa hubungannya dengan vandalisme?.
Vandalisme definisi singkatnya adalah perbuatan merusak/menghancurkan hasil karya atau barang berharga lainnya. Ada cerita unik dibalik terciptanya "vandalisme". Kata vandalisme berasal dari nama suku bangsa Jerman kuno yaitu "Vandal" pada abad ke-5 karena suku tersebut sering melakukan penjarahan serta perusakan di wilayah Romawi dan Afrika Utara. Pada abad ke-18 istilah vandalisme digunakan.
Kemudian ada graffiti. Graffiti yaitu individu atau sekelompok orang yang membuat tulisan atau bentuk bentuk lain dengan alat tertentu dan media tertentu yang bersifat merusak maupun tidak. Membahas sejarah singkat graffiti, Dimulai pada tahun 1960-1970. Philadhelphia  menjadi awal pergerakan graffiti modern secara sporadis. Berkembang pesat ke seluruh kota hingga pada awal 70-an sampai ke kota New York.Â
Berawal dari kritik untuk Lembaga pemerintah, bentuk protes, menyampaikan pesan, hingga menandai kekuasaan wilayah suatu kelompok. kini graffiti bisa dibilang menjadi gaya hidup untuk para graffiti writer (istilah untuk pelaku graffiti). Perkembangan pesat graffiti terjadi pada tahun 1980 hingga 1990 di kota New York. Kemudian saya mencoba mencari tahu asal usul di Indonesia, tapi banyak sumber yang berbeda beda isinya.Â
Tapi saya garis bawahi bahwa graffiti di Indonesia sudah ada sejak era perjuangan kemerdekaan sebagai bentuk protes dan menyebarluaskan semangat perjuangan dalam bentuk tulisan seperti "Merdeka Atau Mati". Untuk graffiti modern seperti saat ini, tahun 2004 bisa dikatakan era berkembang pesat dunia graffiti di Indonesia. Di Surabaya sendiri, munculnya graffiti modern dimulai pada tahun 2002-2004.
Setelah saya membaca beberapa artikel, menurut saya graffiti dan vandalisme merupakan satu hal yang berhubungan tapi tidak bisa disamakan. Karena graffiti mempunyai sisi tersendiri. Jika vandalisme hanya merusak, graffiti bisa menjadi estetika bagi sebuah kota meskipun sebenarnya graffiti juga merusak.Â
Graffiti masih bisa di publikasikan contohnya seperti pameran di galeri seni untuk memperluas penikmatnya, forum diskusi untuk para pelaku graffiti dan masih banyak kegiatan positif yang bisa di salurkan. Menurut saya juga vandalisme tidak bisa di sama ratakan.Â
Dari arti saja vandalisme sudah merusak dan tidak bisa di ambil sisi positifnya. Contoh vandalisme menurut saya yaitu coretan coretan anarkis pada saat demo terjadi, coretan tulisan yang memprovokasi di aset-aset pemerintah, dan hal hal yang berbau merusak tanpa ada tujuan yang jelas. Tapi rasa penasaran saya tentang graffiti dan vandalisme masih abu-abu.Â
Jadi saya memutuskan mencoba mencari tahu skena graffiti di Surabaya dengan mencari tahu para pelaku-pelaku graffiti yang ada di kota ini. Saya hanya ingin mencoba bertukar pikiran dengan mereka tentang apa yang saya dapat dan saya baca dengan memposisikan saya sebagai sisi masyarakat dan sisi pelaku itu sendiri.Â
Â
Para pelaku graffiti ini cukup sulit untuk ditemukan. Beberapa ada yang memiliki akun media sosial tapi ada juga yang mempertahankan budaya anonim dengan tidak mempublikasikan kegiatan atau karya mereka di internet.Â
Setelah beberapa waktu saya berhasil menemui salah satu graffiti writer di Surabaya. Ada aturan yang ia berikan agar mau bertemu dengan saya. Salah satunya menjaga kerahasiaan identitas.Â
Nama yang dibawa dijalan adalah "JERK". Jadi ujarnya di graffiti para pelakunya menggunakan nama samaran (nickname) agar terhindar dari identitas asli. Nickname tergolong bervariatif dan memiliki banyak makna bagi para pelakunya. "kalau JERK saya ambil karena memiliki banyak makna yang terkesan menghentak," jelas JERK.Â
Sayapun melontarkan salah satu pertanyaan. "untuk saat ini menurut kamu graffiti seperti apa sih?" ungkapku dengan sedikit penasaran. Ia cukup sedikit berfikir untuk menjawab pertanyaan tersebut, tapi tak lama ia menjawab, " graffiti bagi saya seperti obat, jika saya merasa tidak enak badan atau perasaan saya normal, saya lari ke graffiti. Mungkin graffiti yang menyelamatkan saya," ujarnya.Â
Kemudian saya bertanya lagi "graffiti itu seni atau vandalisme?". Tidak cukup waktu yang lama untuk menjawab pertanyaan saya, ia menjelaskan bahwa graffiti itu vandalisme. "Menurut saya, graffiti adalah vandalisme yang masih bisa dinikmati bisa dari segi visual maupun ekosistemnya. Karena di graffiti, tidak akan pernah berhenti untuk belajar tentang semua hal. Still learning."
Ia juga menjelaskan bahwa juga ada para pelaku graffiti ini yang mencoba ngejalanin graffitinya dengan idealis bahwa graffiti itu seni atau sreet art dengan menggambar di tempat yang kosong atau tempat yang memang dipakai untuk gambar. " ya kalau menurutku sih graffiti itu vandalisme yang bisa di seni-in. Banyak hal positif yang bisa di nikmatin dari graffiti.Â
Beberapa waktu lalu saya Bersama teman-teman graffiti yang lain ada kegiatan pameran gitu di galeri". Setelah berbincang cukup lama, saya mendapatkan sudut pandang baru dari sisi pelakunya. Ternyata graffiti itu juga vandalisme tapi tidak bisa di sama ratakan. Kesimpulan saya graffiti atau vandalisme adalah hal yang berhubungan, memiliki dampak positif dan negatif meskipun banyak media yang memberi konotasi negatif.Â
Tapi memang banyak vandalisme yang bukan graffiti telah diliput media media berita, itu menjadikan stigma masyarakat terhadap graffiti bisa dibilang sangat buruk. JERK juga mengatakan kepada saya " mau bagaimanapun dari tempat lahirnya graffiti ya memang dianggap sebagai vandalisme hingga sekarang". Jadi untuk akhir kata, nikmati graffiti dari sisi masing masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H