Presiden Prabowo Subianto telah membuat gebrakan dengan kebijakan kenaikan gaji guru yang akan berlaku mulai tahun 2025. Guru ASN dijanjikan tambahan sebesar satu kali gaji pokok, sementara guru non-ASN mendapatkan tunjangan Rp2 juta. Kebijakan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap profesi guru yang selama ini menjadi tulang punggung pendidikan di Indonesia. Dengan gaji yang lebih tinggi, para guru diharapkan dapat bekerja lebih maksimal dalam membimbing siswa. Namun, tantangan yang menyertai kebijakan ini juga tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kenaikan gaji guru menjadi angin segar di tengah kritik bahwa profesi ini kurang dihargai. Banyak guru yang merasa beban kerja mereka tidak sebanding dengan penghasilan yang diterima. Dengan peningkatan gaji, kesejahteraan guru dapat meningkat, sehingga fokus mereka bisa lebih tertuju pada peningkatan kualitas pengajaran. Namun, apakah kebijakan ini cukup untuk menjawab masalah sistem pendidikan yang kompleks? Masih ada persoalan seperti kualitas kurikulum, akses pelatihan, dan minimnya fasilitas pendidikan di berbagai daerah yang harus menjadi perhatian.
Langkah ini juga dapat berdampak pada minat generasi muda terhadap profesi guru. Dengan gaji yang lebih layak, profesi guru bisa menjadi pilihan karier yang menarik. Selama ini, gaji yang tidak kompetitif menjadi alasan mengapa banyak lulusan berbakat enggan terjun ke dunia pendidikan. Namun, untuk memastikan daya tarik ini berkelanjutan, pemerintah juga perlu mempersiapkan sistem rekrutmen yang transparan dan memastikan pengembangan karier yang jelas bagi para guru baru.
Meski demikian, kebijakan ini masih menyisakan kesenjangan antara guru ASN dan non-ASN. Guru non-ASN, yang jumlahnya cukup besar, sering kali menghadapi ketidakpastian status kerja dan gaji yang jauh lebih rendah. Meskipun tunjangan Rp2 juta adalah langkah awal yang baik, itu belum sepenuhnya mengatasi kesenjangan tersebut. Diperlukan reformasi menyeluruh untuk menciptakan kesetaraan yang lebih adil, terutama dalam hal kontrak kerja, hak pensiun, dan perlindungan sosial bagi guru non-ASN.
Tentu saja, tantangan besar lainnya adalah pembiayaan. Dengan kenaikan satu kali gaji pokok bagi guru ASN, pemerintah membutuhkan alokasi anggaran yang signifikan. Ini memerlukan perencanaan keuangan yang matang agar tidak mengganggu program pendidikan lainnya. Transparansi dalam pengelolaan anggaran menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya sekadar simbolis, tetapi benar-benar berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Namun, kenaikan gaji saja tidak cukup untuk meningkatkan mutu pendidikan. Studi menunjukkan bahwa kualitas pengajaran lebih banyak ditentukan oleh kompetensi guru dibandingkan tingkat pendapatan mereka. Oleh karena itu, program pelatihan guru harus menjadi bagian integral dari kebijakan ini. Pelatihan yang terarah dan relevan dengan kebutuhan zaman dapat memberikan dampak yang lebih besar terhadap hasil belajar siswa daripada hanya menaikkan gaji.
Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan kebijakan ini. Apresiasi terhadap guru perlu ditingkatkan agar mereka merasa dihargai tidak hanya secara finansial, tetapi juga secara sosial. Dukungan dari orang tua, siswa, dan masyarakat luas dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif. Misalnya, partisipasi aktif dalam kegiatan sekolah atau penghargaan sederhana seperti ucapan terima kasih dapat memberikan dampak psikologis yang besar bagi para guru.
Kebijakan ini juga dapat menjadi momen penting untuk mereformasi sistem pendidikan nasional secara lebih luas. Dengan menempatkan guru sebagai prioritas, pemerintah menunjukkan bahwa mereka serius dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, untuk mencapai hasil yang optimal, kebijakan ini harus diintegrasikan dengan langkah-langkah lain seperti pembaruan kurikulum, digitalisasi pendidikan, dan peningkatan akses pendidikan di daerah tertinggal.
Dalam konteks global, langkah ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk belajar dari negara-negara dengan sistem pendidikan yang sukses. Finlandia, misalnya, dikenal karena fokusnya pada kesejahteraan guru dan pelatihan berkelanjutan. Singapura juga memberikan perhatian besar pada kualitas pengajaran melalui investasi pada pendidikan guru. Indonesia perlu menjadikan kebijakan kenaikan gaji ini sebagai awal dari perjalanan panjang menuju sistem pendidikan yang lebih kompetitif di tingkat global.
Kesimpulannya, kenaikan gaji guru tahun 2025 adalah langkah yang penting, tetapi tidak cukup untuk memperbaiki sistem pendidikan secara keseluruhan. Diperlukan pendekatan yang holistik dan kolaboratif antara pemerintah, guru, dan masyarakat. Dengan begitu, kebijakan ini dapat benar-benar menjadi investasi strategis bagi masa depan bangsa, bukan sekadar langkah populis yang kehilangan dampaknya dalam jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H