Mohon tunggu...
Kharisrama Trihatmoko
Kharisrama Trihatmoko Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Support me to be a writer by finding my books at: www.salehajuliandi.com www.gramedia.com Thank you! :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Momentum Spesial Berkurban

5 Oktober 2014   18:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:17 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, semua muslim di Indonesia dan dunia kembali merayakan hari raya Idul Adha. Sama seperti lebaran dua atau tiga tahun sebelumnya, lebaran kurban tahun ini jatuh di hari Minggu. Sesuatu yang membuat hati galau bagi orang-orang perantauan jauh dari keluarga :(

Lalu apa yang spesial dari lebaran haji kali ini? Apakah soal berkurban? Hmm, sudah lama sekali saya tidak menonton penyembelihan kurban. Terakhir saya menonton mungkin saat saya masih SMP, haha. Yang membuat lebaran saat ini agak berbeda bagi saya, mungkin karena posisi saya yang tidak berada di kota kelahiran tercinta.

Spesialkah itu? Bagi saya pribadi ini sangat spesial. Sebab ini adalah pertama kalinya saya begini setelah di tahun-tahun sebelumnya saya selalu menyempatkan waktu untuk pulang. Praktis, semalam pun saya hanya mendengarkan takbir dari masjid terdekat di ruangan saya sendiri dengan hanya berteman laptop serta slide dan buku untuk mempersiapkan ujian di hari Seninnya. Mengerjakan proposal bisnis dan mempersiapkan pakaian untuk solat Ied esok paginya hingga pukul 01.30 malam, dan akhirnya tadi pagi pun saya nyaris telat bangun haha. Meskipun demikian, dengan lancar saya tetap menjalankan solat Ied di lapangan basket ITB bersama teman-teman tercinta. Dan kemudian dilanjutkan dengan acara makan dan ngobrol bersama, di rumah salah seorang teman saya.

Apakah saya sedih? Well, I am not. Justru lebaran kali ini mengajarkan saya arti lebih tentang kekeluargaan dan rasa berkurban. Saya mungkin sedikit kecewa karena tidak bisa pulang. Tapi apakah lantas saya tidak merasakan kekeluargaan? Saya tetap bisa menelepon kedua orang tua saya. Dan saya masih memiliki banyak teman-teman sebagai keluarga terdekat saya di sini untuk menjalani lebaran bersama-sama. Ini menjadi salah satu hal yang membuat saya bersyukur menjadi orang Indonesia karena saya bisa menemukan dan membentuk kekeluargaan di manapun saya berada. Salah satu hal yang mungkin sering dimunakan oleh orang Indonesia sendiri bahwa orang Indonesia tulus dan menyukai indahnya kekeluargaan.

Lalu soal rasa berkurban. Jika saya mau memaksakan kehendak, sebenarnya saya bisa dengan mudahnya pulang ke kota halaman. Tetapi bagaimana ujian saya esok harinya? Bagaimana tugas dan proposal yang harus segera saya kerjakan? Saya lebih memilih mengurbankan waktu untuk ini. Mungkin rasa kurban saya tidak nyambung dengan penyembelihan kurban, tapi ini adalah soal esensi. Percuma selalu menonton acara penyembelihan kurban tetapi tidak pernah mengerti apa yang diajarkan dari situ. Lucunya muslim negeri ini, selalu merayakan lebaran kurban dengan suka cita, tetapi terkadang begitu rendahnya rasa kurban dan pengorbanan di masyarakat untuk tidak memaksakan kehendak.

So, lebaran Idul Adha kali ini sudah memasuki 1435 H. Bagi saya pribadi, ini adalah lebaran Idul Adha ke-21 yang saya ikuti. Lalu sudah sejauh mana manfaat lebaran kurban bagi kehidupan pribadi dan sosial kita? Ibaratnya kita seseorang yang memiliki wajah tampan dan cantik, tentu kita selalu behave dan tidak mau membuat orang lain menjelekkan kita. Begitu juga dengan kepemilikan terhadap Idul Adha, seharusnya kita selalu berusaha memiliki rasa simpati dan peduli kepada sesama. Agama Islam ada di Indonesia bukan karena soal mayoritas, tetapi karena agama ini diyakini bisa memberikan kedamaian dan rasa kekeluargaan di antara masyarakat Indonesia seperti agama-agama lainnya yang diakui.

So, jika kita memanfaatkan ketampanan dan kekayaan kita untuk membentuk ketertarikan dari orang lain, kenapa kita tidak memanfaatkan agama yang kita miliki untuk membentuk rasa kekeluargaan dengan yang lain?

Salam kompasiana!
Bara kecil lilin tidak pernah mengutuk kegelapan
Hanya dari Tuhan kita berasal, hanya dengan Tuhan kita bertahan, dan hanya kepada Tuhan kita kembali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun