"Kudus Kota Kretek", julukan yang masih sangat melekat dengan Kota Kudus. Tulisan tersebut dapat terlihat jelas di beberapa sudut kota berupa baliho, papan promosi rokok, mobil angkutan, hingga tugu atau monumen berbentuk tembakau yang terletak di gerbang jalur masuk Kota Kudus kawasan Taman Tanggul Angin, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Hal ini menegaskan bahwa Kudus identik dengan kretek, dan kretek tidak bisa lepas dari Kudus.
Namun sebenarnya apa yang dimaksud dengan kretek dan bagaimana asal-usulnya? Berdasarkan catatan di Museum Kretek Indonesia, asal mula lahirnya rokok kretek tidak lepas dari sosok Haji Jamhari.Â
Saat itu, pada abad ke-19, Haji Jamhari menderita sesak di dada dan ia mencoba menggosokkan minyak cengkeh di bagian dada dan pundaknya kemudian terkejut karena efeknya cukup baik.Â
Lalu ia mengunyah cengkeh dan sakit yang ia rasakan mulai hilang dan berangsur membaik. Kebetulan inilah yang pada akhirnya membuatnya memutuskan untuk memakai rempah-rempah sebagai obat.Â
Ia merajang dan mencampurnya dengan tembakau, kemudian dibungkus dengan kulit jagung kering yang kemudian dibakar ujungnya untuk dihisap asapnya. Campuran tersebut menimbulkan bunyi kretek-kretek-kretek ketika dibakar dan dihisap, sehingga warga Kudus menyebutnya "Rokok Kretek".Â
Penemuan yang tidak sengaja ini menjadi titik awal kejayaan perekonomian Kudus. Bukan hanya asap kretek yang manis, namun kemajuan perekonomian Kota Kudus pun ikut manis berkat perkembangan industri ini.
Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT), dengan segala keunikannya, tidak hanya menciptakan kenikmatan bagi para penikmat tembakau, tetapi juga memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.Â
"Kretek itu sumber penghasilan saya, ya bisa dibilang kami warga Kudus bisa hidup berkat adanya industri kretek ini", ujar Naning (37), salah seorang warga lokal yang merupakan pekerja di salah satu pabrik rokok terkenal di Kudus.Â
Naning menuturkan jika sebagian besar penghasilan ekonomi warga Kudus didapat dari hasil bekerja di Pabrik Kretek sebagai pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT). Hal ini sukses membuat Sigaret Kretek Tangan (SKT) menjadi penggerak roda perekonomian sekaligus memberikan multiplier effect yang vital di wilayah ini.Â
Naning menyebutkan jika selama 7 tahun terakhir penghasilan sehari-harinya didapatkan dari upah bekerja di pabrik rokok Nojorono Kudus. Ia bersama ratusan pekerja lainnya sehari-hari menjalankan pekerjaannya di pabrik.Â