Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran negara menjadi sangat penting mengingat anggaran negara merupakan instrumen utama dalam pembangunan dan pelayanan publik. Oposisi memiliki peran untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara efisien, transparan, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, peran oposisi dalam memperhatikan penerapan aturan-aturan negara juga tidak kalah pentingnya. Dengan mengawasi implementasi undang-undang dan kebijakan publik, oposisi dapat membantu memastikan bahwa negara berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan hak asasi manusia.
"Dengan menjadi oposisi, hukum dapat tegak dilaksanakan atau berjalan penegakan hukum dengan benar di Indonesia, sesuai ketentuan Hukum yang berlaku. Agar jangan terjadi pelanggaran hukum untuk menjadi negara maju, adil makmur dan sejahtera," tegasnya.
Menurut Djonggi mereka lebih baik jadi oposisi dari pada ikut dalam pemerintahan dan ikut-ikutan korupsi. Karena yang menjadi masalah besar saat ini, banyak politikus miskin, termasuk miskin Ilmu sehingga tidak mampu berdiri sendiri mencari makan diluar partai dan pemerintahan.Â
"Menurut saya, lebih baik mereka jadi oposisi daripada ikut-ikutan dalam pemerintahan dan terjerumus korupsi. Masalah besar sekarang ini, banyak politikus yang miskin, bahkan miskin ilmu. Mereka nggak mampu berdiri sendiri, cari nafkah di luar partai dan pemerintahan." Ucap Dr. Djonggi.
Dr. Djonggi menceritakan bagaimana politik di Amerika memiliki sistem oposisi yang berfungsi dengan baik. Saat ini, Pemerintahan Joe Biden memiliki Donald Trump sebagai oposisi, yang dianggap sebagai kondisi yang sehat. Kehadiran oposisi memastikan adanya pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah, serta menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini terwujud melalui mekanisme aturan dan alokasi anggaran negara yang diseimbangkan. Indonesia dapat mengambil contoh dari hal ini untuk memperkuat sistem demokrasi dan pengawasan di dalamnya.
Advokat senior Dr. Djonggi M. Panggabean Simorangkir SH M juga menegaskan pentingnya bagi partai yang menduduki DPR RI untuk menjadi oposisi, meski tantangannya besar.
"Jika DPR bersedia menjadi oposisi, rakyat Indonesia akan merasakan kemakmuran," ungkap Djonggi. Namun, tantangan dalam menjadi oposisi tidak bisa diabaikan, terutama terkait dengan biaya pencalonan yang tinggi. "Beberapa anggota DPR bahkan mencari keuntungan untuk mengembalikan modal kampanye," tambahnya.
Menurut Djonggi, hal ini menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Dia menekankan perlunya perubahan dalam sistem atau aturan pencalonan DPR agar tidak memakan biaya besar.Â
"Dengan biaya yang minim, DPR bisa diisi oleh orang-orang yang benar-benar kompeten dan siap bekerja untuk rakyat, tanpa mengharapkan pengembalian modal kampanye," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H