Hamdan, seorang tokoh politik, mengungkapkan pandangannya mengenai hak kampanye bagi pejabat negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Lombok, - Dalam sebuah pernyataan yang menimbulkan kontroversi,Menurut Hamdan, SH.M.Kn, pasal 299 Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara lain yang merupakan anggota partai politik memiliki hak untuk melaksanakan kampanye. Namun, ia menekankan bahwa hak tersebut harus dilakukan dalam dua kondisi, yaitu tanpa menggunakan fasilitas negara dan dilakukan saat cuti.
"Presiden itu punya HAK untuk berkampanye, dan berlaku juga untuk Mentri mentri yang cuti dan ikut berkampanye," ucap Hamdan.
Namun, interpretasi terhadap pasal tersebut menjadi sumber perselisihan. Hamdan menekankan bahwa tafsir terhadap pasal tersebut harus menguntungkan pihak yang bersangkutan, dan jika tidak, tafsir tersebut harus dipertanyakan. Ia juga menyoroti tahapan pembuatan Undang-Undang Pemilu yang melibatkan semua anggota DPR, menegaskan bahwa jika ada Menteri yang mengundurkan diri untuk berkampanye, itu merupakan inisiatif pribadi, bukan karena tuntutan undang-undang.
"Jangan ditafsirkan beda artinya, kalau menguntungkan kita gunakan, kalau tidak menguntungkan kita tentang," tegas Hamdan.
Dalam hal ini, pendapat Hamdan menggarisbawahi pentingnya untuk tidak menggunakan fasilitas negara selama kampanye dan bahwa semua warga negara Indonesia harus mematuhi undang-undang pemilu.
Kontroversi seputar hak kampanye pejabat negara ini menyoroti kompleksitas interpretasi undang-undang dan kebutuhan untuk memastikan bahwa pelaksanaannya sesuai dengan semangat demokrasi dan keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H