pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi adalah sebuah keharusan yang menuntut mereka untuk belajar lebih keras lagi, apalagi seleksi untuk masuk ke dalam sebuah perguruan tinggi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, banyak sekali siswa yang belajar mati-matian demi lolos di jurusan dan juga perguruan tinggi yang mereka inginkan. Tepat pada tanggal 20 Juni 2023, pengumuman hasil tes seleksi perguruan tinggi negeri jalur tes (SNBT) telah dilaksanakan, sebagian siswa yang mendaftar tes seleksi perguruan tinggi tersebut akan mendapatkan kabar baik, sebagiannya pun tidak.
Bagi sebagian orang, melanjutkanTentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri jika dapat lolos di perguruan tinggi, apalagi di perguruan tinggi yang memiliki nama besar dan terakreditasi bagus. Namun, kemungkinan untuk gagal dalam sebuah seleksi perguruan tinggi pun tidak kalah besar mengingat tingkat kesulitan dan juga keketatan dari seleksi tersebut cukup tinggi.Â
"Cara aku berdamai dengan kegagalan waktu gak lolos tes seleksi PTN yaitu dengan nangis sepuasnya, dan ubah mindset bahwa kalau ditolak bukan berarti bodoh, tetapi belum rezeki dan gak hoki aja," ucap Salsa (20), Mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang sebelumnya pernah mengalami kegagalan pada seleksi perguruan tinggi. Baginya, kegagalan pada seleksi perguruan tinggi adalah sesuatu hal yang lazim dan bukan akhir dari segalanya, malah bisa menjadi sebuah awal yang baru untuk memulai perubahan di dalam diri seseorang.
Salah satu jawaban yang dapat dipilih dari sebuah pertanyaan "Kalau gagal, lebih baik menyerah atau berjuang kembali?" adalah dengan memilih gap year. Kerap dibilang menganggur dengan gaya, padahal gap year adalah sebuah istilah yang mengacu pada periode waktu seseorang yang mengambil waktu jeda untuk melakukan kegiatan lain di sela waktu lulus SMA dan masuk kuliah, biasanya gap year ini dilakukan satu tahun saja, tetapi ada juga yang melakukannya lebih dari satu tahun karena alasan tertentu.Â
Dengan mengambil langkah gap year, banyak sekali kegiatan bermanfaat yang dapat dilakukan untuk menunggu waktu masuk kuliah. Namun, sayangnya di Indonesia masih banyak yang menganggap bahwa gap year adalah sebuah aib karena merupakan buah dari kegagalan, padahal alasan untuk gap year sendiri lebih banyak daripada itu.
Gap year karena masih ingin berjuang menggapai impianÂ
"Aku masih pengen berjuang buat dapetin universitas yang aku impikan," kata Diva (20), Mahasiswa Universitas Negeri Malang yang sebelumnya juga pernah mengalami kegagalan pada seleksi perguruan tinggi negeri, dan memilih gap year untuk berjuang menggapai impiannya kuliah di universitas yang ia impikan.Â
Sebelumnya Diva juga memilih Universitas Negeri Malang sebagai universitas pilihannya, tetapi pada saat itu Diva tidak berhasil dalam ujian seleksi PTN (Perguruan tinggi negeri) sehingga ia memutuskan untuk gap year agar dapat meraih impiannya untuk berkuliah di sana.
"Bukannya gak mau kuliah di (perguruan tinggi) swasta, tapi ada banyak pertimbangan, dari yang memperjuangkan mimpi, sampai pandemi yang waktu itu baru muncul juga. Jadi, selagi nunggu pandemi usai, aku menggunakan gap year untuk belajar lebih giat lagi buat menggapai mimpi," ujarnya.Â
Pada saat itu juga bertepatan dengan baru dimulainya pandemi covid-19. Di saat orang lain sudah mulai dengan perkuliahan online, Diva mulai berjuang kembali untuk meraih impiannya dengan mengikuti kelas persiapan tes seleksi perguruan tinggi di salah satu lembaga bimbingan belajar. Di sana ia belajar bersama dengan 7 orang lain yang sebelumnya juga pernah gagal SBMPTN, dengan begitu ia tidak merasa berjuang sendirian untuk meraih impiannya.
Karena ingin lintas jurusan, jadi harus mempersiapkan lebih matang
"Kebetulan aku lulusan SMK yang tidak mempelajari materi yang diujikan pada SBMPTN," ujar Dwi (20) Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang merupakan lulusan SMK jurusan Akuntansi. Walaupun lulusan SMK, Â pada saat setelah lulus ia lebih memilih untuk melanjutkan belajar di perguruan tinggi dengan jurusan yang berbeda. Impian Dwi adalah berkuliah di jurusan psikologi sehingga ia memilih gap year untuk mempersiapkan materi tes yang belum ia pahami dan kuasai.Â
Selain karena untuk mempersiapkan materi tes seleksi perguruan tinggi, Dwi juga merasa belum begitu mengenal dunia perkuliahan lebih dalam, jadi ia menggunakan kesempatan gap year untuk mengulik dan juga mencari tahu lebih banyak agar tidak merasakan gegar budaya pada saat masuk ke dunia perkuliahan.Â
Ingin istirahat sementara dari dunia akademik
Alih-alih gagal dalam ujian seleksi, alasan berbeda datang dari Kinanti (21) yang sudah merencanakan gap year sejak kelas 3 SMA, Kinanti merasa bahwa ia memerlukan istirahat sejenak dari dunia akademik agar lebih siap dan matang dalam menghadapi dunia akademik di perguruan tinggi.
"Karena pas lulus SMA tuh kepercayaan diriku kayak lagi di titik terendah gitu. Jadi aku take a break from everything dengan mengambil gap year. Healing-healing gitu lah ya," Ujarnya. Selain ingin istirahat dari dunia akademik, rupanya Kinanti juga terinspirasi dari sebuah artikel yang menyarankan siswa untuk mengambil langkah gap year.
"Pernah baca juga kalau Harvard menyarankan mahasiswa baru mereka buat gap year dulu untuk bikin proyek, jalan-jalan, atau hal lain yang dapat membuat mereka mendapatkan perspektif baru tentang kehidupan," ucap Kinanti saat ditanya alasan lain mengapa ia sudah merencanakan untuk gap year setelah lulus SMA.
Gap year yang masih dipandang sebelah mata
Pada umumnya, gap year dilakukan setelah seseorang tidak berhasil dalam mengikuti tes seleksi perguruan tinggi. Oleh karena itu, gap year kerap dianggap sebuah aib yang tidak patut diumbar. Walaupun seseorang yang melakukan gap year akan dianggap 'tertinggal' dari orang-orang yang tidak gap year, pada dasarnya kehidupan seseorang bukanlah sebuah kompetisi yang memiliki garis finish sehingga tidak perlu merasa takut untuk tertinggal dengan orang lain.Â
"Secara pribadi, gue ga pernah ngerasa gap year itu aib. Gue sadar punya batas kemampuan, tapi gue berjuang untuk selalu push batasan tersebut, intinya fokus ke pengembangan diri. Pandangan orang lain itu penting, tapi kebanyakan orang merasa tinggi saat menerima pandangan positif dan merasa rendah saat menerima pandangan negatif. Akibatnya, mereka cenderung overestimate atau underestimate kemampuan mereka, dan itu menghambat proses pengembangan diri pada saat belajar untuk tes seleksi perguruan tinggi," ujar Taufiq (21) Mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang memberikan pendapat bahwa menurutnya gap year bukanlah sebuah aib, tetapi merupakan langkah positif untuk mulai mengembangkan potensi diri sendiri.
Meskipun masih sering dipandang sebelah mata, gap year dapat memberikan dampak positif bagi beberapa orang, di antaranya adalah dapat istirahat dari dunia akademik yang padat, dapat mencari pengalaman lain di luar dunia akademik seperti mengikuti program relawan dan juga bekerja paruh waktu, dan yang paling penting adalah dapat lebih fokus dalam mempersiapkan ujian selanjutnya tanpa harus berkutat dengan kesibukan sekolah. Jadi, menurutmu gap year ini sebuah langkah yang positif atau negatif, nih?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H