Mohon tunggu...
KHOERUL ARIF
KHOERUL ARIF Mohon Tunggu... Administrasi - Iso ora iso kudu iso

Belajar menulis belajar memaknai hakikat kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencari Fiskus Kreatif, Apakah Ada? (Tanggapan Atas Tajuk Kontan Edisi 15 Maret 2019)

15 April 2019   13:25 Diperbarui: 15 April 2019   13:30 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar Harian Kontak

(Sudah diemail ke Kontan tanggal 18 Maret 2019)
Pada edisi Jumat, 15 Maret 2019 Harian Kontan menurunkan tajuk yang berjudul "Mencari Fiskus Kreatif". Beberapa data, informasi serta masukan yang konstruktif disampaikan oleh redaksi untuk instansi pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tentu saja, DJP sangat mengapresiasi masukan dari berbagai pihak. Dari poin-poin yang disampaikan dalam Tajuk Kontan tersebut ada yang perlu dikoreksi juga perlu dijawab.

Pertama, harus diluruskan bahwa target penerimaan pajak tahun 2019 ini tidak sebesar Rp1.315,9 triliun. Berdasarkan UU APBN 2019 No 12 tahun 2018, pendapatan negara direncanakan sebesar Rp2.165 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp1.786 triliun atau 82,5 persennya berasal dari perpajakan. DJP dibebani target Rp1.577,5 triliun sedangkan sisanya Rp208,8 triliun berupa Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai adalah tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Kedua, terkait jumlah Wajib Pajak (WP) dan pelaporan SPT Tahunan. Berdasarkan Laporan Tahunan DJP tahun 2017 (per tanggal 18 Maret 2019 Laporan Tahunan DJP tahun 2018 belum tersedia) disebutkan bahwa jumlah WP sebesar 39.151.603.

Dari sejumlah WP terdaftar tersebut tidak semuanya wajib lapor SPT Tahunan. WP Istri, entitas cabang bagi WP Badan/Perusahaan, dan WP Non Efektif adalah contoh WP yang tidak harus melaporkan SPT Tahunannya.

Di Dalam Peraturan Dirjen Pajak PER 20 tahun 2013 dijelaskan bahwa WP Non Efektif terdiri dari lima kategori yaitu (a) WP OP yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas, (b) WP OP yang penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), (c) WP OP yang berada di Luar Negeri lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, (d) WP yang mengajukan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan, dan (e) WP yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.

Ketiga, terkait data perbankan. Saat ini, kita mempunyai Undang-undang Nomor 9 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan serta peraturan teknisnya yang diatur dalam PMK No 70/PMK.03/2017. Walaupun begitu, bukan berarti DJP bisa dengan mudahnya mengintip data nasabah perbankan. Berdasarkan pasal 35 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur bahwa DJP bisa meminta data rekening WP yang dilakukan pemeriksaan, penagihan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Keempat, mengenai data pelaku transaksi digital atau pelaku e-commerce. Pada awal tahun 2019 Kementerian Keuangan merilis PMK No 210 tahun 2018 yang mengatur mengenai perpajakan atas perdagangan melalui elektronik. Pro kontra muncul mengiringi peraturan yang akan berlaku pada 1 April 2019 nanti. Jika dilihat lebih dalam, aturan tersebut bukanlah sesuatu yang baru. PMK No 210/2018 menegaskan bahwa masyarakat yang mempunyai penghasilan dan telah sesuai peraturan harus memenuhi kewajiban perpajakannya. Selama ini pelaku dagang melalui elektronik cenderung tidak tersentuh aparat pajak dibanding pedagang konvensional. Oleh karena itu, PMK tersebut hadir untuk memberi keadilan.

Kelima, mempunyai NPWP terkesan menakutkan dan berpotensi mematikan bisnis aplikator. Faktanya, mempunyai NPWP tidak serta merta WP harus membayar pajak. NPWP hanyalah identitas. WP membayar pajak jika penghasilannya di atas PTKP dan/atau memiliki omset. Bahkan WP tidak perlu melapor SPT Tahunan jika masuk kategori WP Non Efektif.

Keenam, kerjasama pelaku industri digital dengan kantor pajak dalam hal program promosi menjadi pengurang pajak. Tentu saja ini merupakan usulan baik yang dapat dipertimbangkan oleh DJP.
Dari keseluruhan poin yang disampaikan di atas, dapat dirangkum dalam tiga isu utama yaitu kepatuhan WP, pertukaran data, dan persepsi masyarakat terhadap pajak.

WP melaporkan SPT Tahunan merupakan bagian dari kepatuhan formal. Kepatuhan lainnya yaitu kepatuhan material berupa WP menghitung dan menyetorkan pajaknya dengan benar. Memang menjadi ironi negara yang penduduknya mencapai seperempat milyar dan 80% pendapatannya ditopang oleh pajak namun jumlah WP nya kurang dari 20%. Artinya kepatuhan pajak di negara kita masih sangat rendah.

Berbicara mengenai kepatuhan tidak lepas dari kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pajak. Kesadaran dan pemahaman yang baik merupakan buah dari literasi pajak di tengah masyarakat. Dimulai di lingkungan pendidikan, DJP telah bekerjasama dengan Kemendikbud dan Kemenristek dikti dalam hal memahamkan pentingnya pajak bagi tenaga pendidik dan peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun