4. Proses kerja dan tahapan operasional
Setelah detail perencanaan dan konsep cerita, tahapan berikutnya adalah menentukan teknis operasional strategi yang sudah dirumuskan, agar bisa dipastikan berjalan sesuai dan bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Pada tahap ini, seorang pemasar harus memusatkan perhatiannya pada uraian pengaturan situs, proses produksi, dan instalasi konten, serta teknis distribusinya.
Dalam hal ini, semisal, pemasar menentukan seperti apa tampilan dan cara kerja situs atau saluran yang akan digunakan. Contoh, pada perencanaan blog, di tahap ini pengelola brand memilih desain dan navigasi situs yang mudah ditelusuri, ideal diakses via ponsel/mobile friendly, serta memiliki fitur Call-To-Action (CTA) yang kuat.
Tahap selanjutnya adalah menyusun bagaimana konten akan dijalankan dan tahapan mengunggahnya, hingga mengaturnya agar tidak berulang dan bisa berjalan sesuai perencanaan dan konsep cerita.
Pada tahap ini pula, pemasar mesti merencanakan bagaimana konten didistribusikan; semisal menggunakan paid promotion di tahap awal/periode waktu tertentu untuk meningkatkan jumlah pengunjung, atau menyertakan strategi promosi konten lainnya untuk menjaring awareness audiens yang disasar lewat saluran yang dipakai dalam kegiatan content marketing tersebut.
5. Pengukuran efektivitas dan efisiensi
Dan tentunya, memastikan metode pengukuran juga termasuk dalam langkah penting membuat strategi content marketing. Sebuah survei dari Content Marketing Institute menunjukkan 33 persen pemasar Business-to-Business (B2B) dan 41 persen pemasar Business-to-Consumer (B2C) mengaku tidak memahami metode pengukuran yang tepat untuk kegiatan content marketing.
Yang perlu dipahami dulu adalah, bahwa content marketing merupakan kegiatan pemasaran yang membutuhkan proses panjang, untuk bekal pemasar menentukan metrik yang tepat untuk mengukur efektivitasnya.
Kemudian, darimana saya bisa memulai ide kreatif saya dalam membuat konten? Jelas sekali bahwa saya menggunakan metode ATM. Yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi. Saya memerlukan referensi video promosi milik pihak lain juga untuk membangun kualitas konten saya. Saya mencari dari konten-konten yang sedang viral misalnya, dari aplikasi tiktok. Kemudian saya menyadari bahwa teknik marketing secara soft selling dapat pula dilakukan dengan meminimalisir penggunaan kalimat-kalimat yang panjang untuk menjelaskan suatu produk. Kalimat-kalimat yang panjang cenderung membosankan bagi target pasar. Terutama target pasar yang cenderung suka dengan gaya hard selling. Penggunaan kalimat-kalimat panjang dapat digantikan dengan memperbanyak  ilustrasi-ilustrasi yang mampu menarik minat target pasar. Namun tetap menyisipkan promosi secara tersirat. Ilustrasi-ilustrasi ini dapat berupa foto, logo ataupun testimoni dari pelanggan yang mampu menggambarkan manfaat produk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H