Hai, masih dengan saya, Kharida Luthfi mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan angkatan 2019. Kali ini saya akan menceritakan serta mengevaluasi sedikit tentang dampak dari konten yang pernah saya buat untuk kepentingan penjualan produk saya. Dalam artikel sebelumnya saya bercerita tentang pembuatan konten saya yang menggunakan video dengan saya sendiri sebagai modelnya untuk mempromosikan produk saya. Setelah beberapa minggu saya mempromosikan produk, Â saya menyadari masih banyak kekurangan dari konten-konten saya. Saya merasa konten yang saya buat belum terlihat ada nyawanya, seperti mengajak penonton berbicara, dan sebagainya. Untuk itu saya berencana untuk membuat konten saya jadi lebih menarika lagi dengan menambahkan unsur drama di dalam konten saya, supaya penonton bisa lebih tertarik untuk membeli produk saya. Mungkin unsur drama bisa saya buat ada unsur komedi. Untuk bisa mencapai target audiens yang sesuai dengan yang diinginkan, saya berencana mencoba beberapa langkah yang diusung oleh marketingcraft.com untuk menjadi acuan saya dalam membuat kontendengan tujuan content marketing, apa saja langkah-langkahnya? Berikut ini diantaranya!
1. Riset sebagai dasar strategi content marketing
Ini merupakan tahap pertama namun cukup krusial dalam rumusan strategi apa pun; termasuk juga perlu dilakukan sebelum kita benar-benar membuat strategi content marketing dan masuk ke dalam tahap perencanaan. Berikut ini empat pertanyaan yang harus dijawab pemasar terkait tahapan, yang pertama untuk audiens: Konten seperti apa yang bisa membantu konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian? Yang kedua untuk Kompetitor: Apa saja jenis konten yang sudah digunakan oleh brand sejenis lainnya? Apa yang bisa dipelajari dari strategi pemasaran mereka (termasuk seperti 'channel apa saja yang mereka gunakan untuk memasarkan produknya'), atau hal baru apa yang belum mereka tawarkan? Yang ketiga untuk Media: Di mana biasanya audiens yang disasar mencari informasi tentang suatu produk atau layanan? Siapa figur berpengaruh yang memengaruhi mereka? Di saluran online mana biasanya mereka berinteraksi? Yang keempat adalah menguasai Tren: Â Apa yang sedang ramai dibicarakan konsumen ketika berinteraksi di media sosial atau media online? Apa topik yang biasanya menarik perhatian mereka? Apa yang menarik perhatian mereka? Apa saja pertanyaan yang biasanya mereka lontarkan? Apa yang ingin mereka tahu atau menjadi kegelisahan sehari-hari? Bagaimana cara mereka mencari informasi untuk menjawab kebutuhan dan persoalan yang dihadapi sehari-hari?
Untuk menjawab sederet pertanyaan inilah, pemasar harus melakukan riset pemasaran yang tepat. Ada berbagai metode riset yang bisa digunakan, mulai dari cara konvensional seperti survei konsumen, wawancara, hingga metode netnography dan social media listening. Demi mendukung kelengkapan data itu juga, pemasar bisa melakukan competitor audit, untuk memahami kegiatan yang dilakukan brand sejenis lainnya; tentang bagaimana mereka melakukannya, juga peluang yang bisa dimanfaatkan.
2. Rencana pelaksanaan program content marketing
Tahapan berikutnya dalam membuat strategi content marketing adalah perencanaan. Pada tahap ini, pemasar menentukan hasil seperti apa yang dikehendaki; mulai dari apa persepsi serta dampak yang diinginkan terhadap brand, hingga perubahan perilaku audiens yang diharapkan.
Di tahap ini pula pemasar merencanakan kapan konten yang digunakan untuk tujuan edukasi dan informasi akan dijalankan, serta kapan konten yang bertujuan menghibur dan menginspirasi "dimainkan". Terkait hal ini, pemasaran juga menentukan area fokus pada konten yang akan dibuat, juga termasuk jenis dan format konten yang akan digunakan.
3. Cerita yang akan disampaikan
Hal ini menyangkut pengembangan strategi konten saat tahap perencanaan; biasanya terkait pengembangan konsep cerita yang akan disampaikan brand dalam berbagai bentuk konten yang terencana. Kekuatan cerita atau konten merupakan salah satu faktor terpenting dalam content marketing.
Konten di sini tidak dibangun untuk sekadar menjadi alat pemasaran saja, tapi juga mesti dilihat sebagai cara untuk membangun hubungan dengan konsumen dan pelanggan, mengukuhkan citra dan kredibilitas brand, hingga menjawab perhitungan mereka saat mempertimbangkan produk atau layanan yang akan digunakan.
Cerita akan menjadi "nyawa" dari brand storytelling dalam kegiatan content marketing, serta berperan sebagai landasan untuk pengembangan konten dari waktu ke waktu. Proses pengembangan konsepnya harus memperhitungkan keselarasan dengan visi, misi, serta tujuan taktis dari aktivitas pemasaran brand; termasuk juga kesan seperti apa yang ingin ditanamkan pemasar di benak konsumen, sebagai dampak dari konsumsi konten. Konsep cerita ini juga menjadi panduan yang wajib diikuti dalam proses kreasi dan produksi konten.