(Sejarah Perkembangan Angklung)
Deskripsi Singkat
Bagi masyarakat tradisional, alat musik merupakan salah satu bagian dari
kehidupan spiritual mereka yang mengiringi acara-acara ritual. Oleh karena
itu, bagi mereka, alat musik memiliki makna dan filosofi tersendiri.
Angklung adalah sebutan bagi alat musik yang terbuat dari bambu. Ada yang
mengatakan bahwa istilah ini berasal dari dua kata bahasa Bali yaitu angka
(artinya nada) dan lung (artinya patah/putus), karena memang alat ini berbunyi
dengan suara terputusputus karena digetarkan. Sementara itu di Sunda, istilah
ini dianggap berasal dari kata angkleung-angkleungan (artinya gerakan
bergoyang) dan klung (bunyi bambu dipukul). Berdasarkan situs resmi UNESCO,
angklung awalnya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
upacara-upacara ritual dengan tangga nada pentatonik.
Seiring berjalannya waktu, angklung juga mengalami beberapa perubahan
baik dari segi bentuk maupun fungsinya yang dikarenakan oleh
pengaruh- pengaruh dari kebudayaanlain. Misalnya Angklung Padaeng yang
memiliki tangga nada diatonis yang mengadaptasi dari tangga nada musik barat.
Angklung ini diciptakan oleh Daeng Soetigna pada tahun 1938 sebagai media
pendidikan musik untuk anak-anak sekolah.
Jenis-jenis Angklung yang ada di Nusantara sangatlah beragam. Hal ini menandakan bahwa budaya masyarakat disetiap daerah mempunyai banyak kesamaan. Materi yang akan dibahas disini adalah tentang alat musik Angklung dan peranannya di masyarakat.
Adapun jenis-jenis Angklung yang berkembang di masyarakat Nusantara adalah sebagai berikut:
 Â
Angklung Kanekes
Angklung di daerah Kanekes (sering disebut orang Baduy) digunakan terutama karena
hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung ini digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang).
Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas
(dikurulungkeun). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus
padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare
(mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam
bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada
musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut
musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
     Â
b. Angklung Reyog        Â
Angklung Reyog merupakan alat musik untuk mengiringi Tarian Reyog Ponorogo JawaTimur. Â
Angklung Reyog memiliki khas dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua nada serta bentuk yang lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti angklung umumnya yang berbentuk kubus) dengan hiasan benang berumbai-rumbai warna yang indah.
Di kisahkan angklung merupakan sebuah senjata dari kerajaan bantarangin ketika
melawan kerajaan lodaya pada abad ke 9, ketika kemenangan oleh kerajaan bantarangin para
prajurit gembira tak terkecuali pemegang angklung, karena kekuatan yang luar biasa penguat
dari tali tersebut lenggang hingga menghasilkan suara yang khas yaitu klong- klok dan klung
kluk bila didengar akan merasakan getaran spiritual.
c. Angklung Gubrag
Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor.
Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.
d. Angklung Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung
sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan
Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi
diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara
acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng
dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada
masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak.
Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana
penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
e. Angklung Buncis
Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros
(Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang
berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan.
Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang
f.Angklung Padaeng
Angklung padaeng adalah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna sejak sekitar
tahun 1938. Terobosan pada angklung padaeng adalah digunakannya laras
nada Diatonik yang sesuai dengan sistem musik barat. Dengan demikian, angklung kini
dapat memainkan lagu-lagu internasional, dan juga dapat bermain dalam Ensembel dengan
alat musik internasional lainnya.
TENKNIK DASAR BERMAIN ANGKLUNG
Â
Memainkan sebuah angklung sangat mudah. Seseorang tinggal memegang rangkanya
pada salah satu tangan (biasanya tangan kiri) sehingga angklung tergantung bebas, sementara
tangan lainnya (biasanya tangan kanan) menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal ini, ada
tiga teknik dasar menggoyang angklung:
*Kurulung (getar), merupakan teknik paling umum dipakai, dimana tangan kanan
memegang tabung dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama nada ingin
dimainkan.
*Centok (sentak), adalah teknik di mana tabung dasar ditarik dengan cepat oleh jari ke
telapak tangan kanan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja (staccato).
*Tengkep, mirip seperti kurulung namun salah satu tabung ditahan tidak ikut bergetar. Pada
angklung melodi, teknik ini menyebabkan angklung mengeluarkan nada murni (satu nada
melodi saja, tidak dua seperti biasanya). Sementara itu pada angklung akompanimen
mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3 nada), sebab bila tidak
ditengkep yang termainkan adalah akord dominan septim (4 nada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H