Karya sastra seringkali menjadi cermin yang mencerminkan kompleksitas realitas dalam masyarakat, memperlihatkan pandangan yang beragam dan terkadang kontroversial tentang dunia di sekitar. Salah satu contoh menarik yang mengupas aspek yang kurang diperbincangkan dalam masyarakat adalah buku berjudul "Manusia adalah Hewan yang Lain" karya Salfia Rahmawati. Buku ini tidak hanya memperluas pandangan kita tentang orientasi seksual yang beragam, tetapi juga membawa kita ke dalam dunia yang jarang diperbincangkan: zoofilia dan bestialitas.
Orientasi seksual menjadi topik yang semakin terbuka untuk dibicarakan dalam masyarakat modern. Meskipun homoseksualitas, heteroseksualitas, dan biseksualitas sudah menjadi familiar bagi banyak orang, zoofilia dan bestialitas masih dianggap sebagai topik yang tabu. Dalam bukunya, Salfia Rahmawati membahas bagaimana manusia dapat terlibat dalam hubungan seksual dengan hewan, sebuah fenomena yang jarang dibicarakan oleh masyarakat umum.
Yang menarik, Salfia tidak hanya membahas fenomena ini dari sudut pandang modern, tetapi juga mengaitkannya dengan bukunya yang lain dengan topik yang bersumber pada naskah Jawa. Dalam budaya Jawa, cerita tentang manusia yang berhubungan seks dengan hewan dan melahirkan keturunan dengan ciri-ciri manusia telah lama ada. Meskipun perilaku ini sering dianggap menyimpang, Salfia menunjukkan bahwa melalui sudut pandang seorang antropolog, perilaku yang dianggap menyimpang dapat dilihat sebagai variasi yang alami dalam perilaku manusia.
Dalam penelitiannya di Belanda, Salfia menggambarkan perbedaan antara zoofilia dan bestialitas, di mana zoofilia merupakan hubungan seksual dengan hewan didasarkan pada cinta dan kasih sayang, sedangkan bestialitas, merupakan hubungan seksual dengan hewan bertujuan untuk memuaskan nafsu seksual. Ada kelompok-kelompok yang mendukung bestialitas, seperti Zoophiles Engagement fr Toleranz und Aufklrung (ZETA) dan Zoophiliac Outreach Organization (ZOO), yang menganggap bestialitas sebagai orientasi seksual yang sah. Namun, ada juga kelompok-kelompok yang menentang bestialitas, menyatakan bahwa ini adalah bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap hewan.
Fakta menarik yang dibahas dalam buku ini adalah bahwa bestialitas cenderung dilakukan oleh pria daripada wanita. Ini dapat dijelaskan oleh faktor-faktor seperti privasi dan kesempatan dalam lingkungan rural versus urban. Meskipun demikian, riset menunjukkan dua argumen berbeda tentang seberapa umum bestialitas terjadi.
Di Belanda, ada undang-undang yang mengatur hubungan seks manusia dengan hewan, yang bertujuan untuk melindungi hewan dari kekerasan. Namun, praktik bestialitas dan zoofilia dianggap ilegal dan dapat dihukum karena menyakiti hewan. Hal ini mendorong pelaku untuk melakukan hubungan seksual secara diam-diam, karena takut akan hukuman.
Dengan membahas topik yang sensitif dan kurang dipahami ini, Salfia Rahmawati membawa pembaca dalam perjalanan untuk memahami kerumitan orientasi seksual manusia dan bagaimana hal tersebut tercermin dalam berbagai budaya dan masyarakat. "Manusia adalah Hewan yang Lain" tidak hanya sebuah buku, tetapi juga sebuah jendela yang membuka wawasan kita tentang kompleksitas manusia dan hubungannya dengan dunia sekitarnya.
Meskipun zoofilia dan bestialitas merupakan fenomena yang kurang dibicarakan secara terbuka, penelitian telah menunjukkan bahwa praktik ini memiliki sejarah yang panjang. Contohnya, dalam beberapa budaya kuno, hubungan antara manusia dan hewan sering kali dianggap sebagai bentuk spiritualitas atau mitologi. Namun, dalam konteks modern, zoofilia dan bestialitas sering kali dipandang sebagai perilaku menyimpang dan ilegal.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai apakah zoofilia dan bestialitas merupakan fenomena yang umum atau jarang terjadi. Namun, keberadaan forum-forum online dan komunitas yang didedikasikan untuk zoofilia menunjukkan bahwa praktik ini masih ada dan dapat ditemukan di berbagai belahan dunia.
Selain itu, diskusi tentang zoofilia dan bestialitas juga membawa isu tentang kesejahteraan hewan. Para penentang praktik ini mengutuknya sebagai bentuk eksploitasi terhadap hewan, dengan menekankan bahwa hewan tidak dapat memberikan persetujuan yang sesuai dalam hubungan seksual dengan manusia. Di sisi lain, pendukung zoofilia berpendapat bahwa hubungan antara manusia dan hewan dapat bersifat saling menguntungkan dan didasarkan pada rasa kasih sayang. Namun, argumen ini sering kali dipertanyakan karena ketidakmampuan hewan untuk memberikan persetujuan yang berarti dan adanya potensi penderitaan dan cedera fisik pada hewan.