Mohon tunggu...
Khansa Fakhirah
Khansa Fakhirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

untuk tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gempa 2006 Membawa Marsito Menuju Ketenteraman

1 Desember 2023   00:30 Diperbarui: 1 Desember 2023   00:37 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Siapa yang menyangka bahwa gempa yang dialami seorang Marsito di Yogyakarta membawanya ke tempat yang lebih tentram? Gempa sebesar 5,9 skala richer telah mengguncang kota Yogyakarta pada 17 tahun lalu. Bencana ini tentu saja meratakan rumah rumah dengan tanah terutama di daerah Bantul Yogyakarta. Ketika gempa ini melanda, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa ini bencana ini adalah sebuah kehancuran besar. Namun tidak dengan Marsito.

         Perkenalkan beliau merupakan seorang kepala keluarga dan seorang yang merasakan guncangan gempa Yogyakarta pada tahun 2006 silam. Beliau adalah pak Marsito, saat ini beliau berumur 47 tahun  dan beliau berasal dari Kulon Progo Yogyakarta. Pada tahun 2006 rumah Pak Marsito terkena dampak dari gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta. Gempa membuat rumahnya hancur dan mengharuskannya untuk mecari pekerjaan baru di pusat kota Yogyakarta tepatnya di jalan Malioboro. Sehingga ia pun memulai untuk berjualan koran ketika beliau pindah ke kota.

              Tempat beliau untuk berjualan koran selama 17 tahun adalah di jalan Malioboro, beliau mengatakan bahwa Malioboro memiliki kenyamanan tersendiri di hatinya. Salah satunya adalah istilah jawa bernama handar beni yang berari rasa saling memiliki dengan sahabat sahabatnya di daerah Malioboro. Di Malioboro juga tidak ada preman yang akan menagih pemasukannya. Ia menambahkan bahwa terdapat makna filosofis pada beberapa pohon di taman Malioboro. Salah satunya adalah pohon gayam dan sawo kecik. 

Beliau mengatakan bahwa pohon gayam sendiri memiliki makna membuat orang menyenangkan yang di ambil dari kata gawe ayem yang disingkat menjadi gayam. Yang berikutnya adalah sawo kecik yang berarti selalu berbuat pecik yang berarti kita diharuskan untuk selalu berbuat baik antar sesama. Itulah makna filosofis yang dirasakan oleh Pak Marsito sehingga ia masih berjualan di jalan maliboro hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun