Indonesia sebagai negara berkembang sejatinya tidak terlalu banyak menyumbang emisi gas jika dibandingkan negara-negara maju lainnya. Di sisi lain diketahui bahwa Presiden Jokowi pada pertemuan KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26 di Glasglow pada tahun 2021 telah mendeklarkan Indonesia untuk berkomitmen pada FoLU Net-Sink 2030. Selain itu Presiden Jokowi juga telah menerapkan dua program yang berkaitan dengan isu pemanasan global yang telah disampaikan beberapa tahun sebelumnya yaitu rendah karbon dan ketahanan Iklim 2050 dan zero emission 2060. Akan tetapi waktu tersebut sangatlah lama apabila melihat isu pemanasan global telah membuat beberapa bencana kekeringan dan banjir di seluruh bagian bumi, termasuk Indonesia itu sendiri. Meskipun Indonesia tidak menyumbang begitu banyak emisi, Indonesia pasti akan terkena dampaknya juga.
Isu pemanasan global telah menjadi topik bahasan yang tiada hentinya hingga sekarang di seluruh dunia. Banyak yang skeptis, namun banyak pula yang optimis dengan isu ini. Terlebih isu diperkeruh dengan pendapat para ilmuwan yang sudah tidak selaras lagi dengan para politisi dan para penggerak bisnis. Di awal tahun 2022, dunia digemparkan dengan pernyataan oleh para ilmuwan bahwa manusia hanya memiliki waktu tiga tahun untuk bisa tinggal di bumi sebelum bumi tidak layak lagi dihuni manusia. Hingga puncaknya terjadi aksi demo (04/22) di kota London dan negara bagian California dimana terkenal sebagai pusat teknologi dunia.
Apakah benar hanya tersisa tiga tahun?
Menurut laporan NDAA, 2021 kenaikan temperatur di permukaan bumi pada tahun 2020 meningkat hingga 1,2 kali lipat daripada masa pra-industri yang terjadi pada kurun waktu 1880-1900. Padahal diketahui bahwa pada tahun 2019-2020 terjadi pandemi besar yang melanda hampir seluruh bagian dunia sehingga menyebabkan perlambatan proses industri. Nyatanya hal tersebut tidak menurunkan kenaikan temperatur di bumi. Diikuti dengan fakta bahwa emisi gas rumah kaca juga meningkat setiap tahunnya.
Para ilmuwan telah melakukan banyak upaya termasuk membuat beberapa program dan perjanjian dengan berbagai negera agar berkomitmen dalam permasalahan global warming. Salah satunya adalah Perjanjian Paris yang ditanda tangani pada tahun 2015 dengan salah satu pointnya yaitu menurunkan suhu bumi hingga 1,5 kali lipat dan ternyata point tersebut terasa tidak akan tercapai mengingat kenyataannya suhu bumi malah meningkat. Pernyataan ini membuat para ilmuwan sangat khawatir apalagi kenaikan suhu bumi terasa sangatlah nyata bagi mereka. Tiga tahun adalah waktu yang ditetapkan karena melihat masih banyak lapisan masyarakat yang acuh akan permasalahan ini sedangkan manusia bagai dikejar deadline oleh bumi. Jika para ilmuwan tidak memberi deadline ini, manusia akan dilanda bencana berkepanjangan.
Dampak pemanasan global yang mulai dirasakan
Dahulu di bangku sekolah diajarkan bahwa pemanasan global adalah hal nyata. Siswa akan diajarkan beberapa dampak dari isu tersebut dan bagaimana cara mencegahnya. Tetapi saat ini permasalahan ini bukan lagi nyata, dampak dari permasalahan ini sudah tidak dapat dihindari lagi. Kenaikan temperatur menyebabkan daerah-daerah yang asalnya panas akan menjadi makin panas sedangkan daerah-daerah dingin akan mengalami cuaca ekstrim seperti banjir dan badai.
Kenaikan temperatur berarti cuaca akan berubah menjadi lebih ekstrim. Menyebabkan beberapa makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup di habitatnya. Sehingga menyebabkan bencana lainnya yaitu terutama pada negara berkembang seperti Indonesia yang akan diprediksi mengalami bencana kelaparan. Alam yang sudah tidak ideal akan berujung pada permasalahan social masyarakat pada akhirnya.