Produsen terbesar emisi gas
Pra-industri dimulai di benua Eropa, setelah itu terjadi revolusi industri sejak ditemukannya mesin uap oleh James Watt sehingga membuat perkembangan industri meningkat secara pesat. Efek dari pesatnya perindustrian ini belum banyak dipahami pada masanya. Pada tahun 1952 terjadi bencana kabut yang menutupi hampir seluruh kota London yang dikenal segabai tragedi The Great Smog of London akibat ketidakmampuan pemerintah dan korupnya para pelaku bisnis. Kabut ini menewaskan kurang lebih 12.000 jiwa di kota tersebut. Akibatnya, tragedi ini menjadi tragedi kelam dan tak terlupakan.
Dari bencana tersebut masyarakat Eropa mulai menyadari akan dampak negatif dari perindustrian. Namun masyarakat termasuk pemerintah dan pelaku bisnis masih tidak begitu peduli. Jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang, pemakaian bahan bakar fosil yang masih menjadi salah satu alternative penggerak alat-alat perindustrian, negara-negara maju menggunakan bahan bakar fosil jauh lebih banyak.
Dapat diambil contoh seperti India dan Cina yang mana kedua negara tersebut bergantung pada sektor perindustrian dan sama-sama negara berkembang. Pemakaina bahan bakar fosil mereka pada perindustrian masih kalah jauh dengan negara-negara di Eropa dan negara Amerika Serikat.
Teknologi hijau dan penerapannya
Harus diakui bahwa pergerakan manusia dalam membuat pemecahan masalah pemanasan global ialah lamban. Perasaan takut akan bumi hancur porak-poranda membuat menusia secara tidak sadar menghindari masalah ini secara konsisten. Selain itu sebagai individu biasa, manusia juga akan merasa tidak berdaya terhadap isu ini.
Menariknya selama enam tahun kebelakang negara-negara maju telah berhasil menekan angka penggunaan bahan bakar fosil hingga nilainya lebih rendah daripada negara India dan Cina dengan angka tertinggi hingga tahun 2020 pengguna terbanyak adalah negara Cina. Negara-negara maju belakangan ini lebih menyukai energi-energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan air. Bisnis energi terbarukan menjadi bisnis yang menjanjikan di negara-negara maju tersebut karena kesadaran masyarakat mereka akan permasalahan pemanasan global.
Industri hanya menyumbang emisi gas sekitar 20% sedangkan salah satu penyumbang terbesar lainnya adalah transportasi. Dilihat dari empat tahun kebelakang industri mobil listrik sudah menjadi tren di kalangan generasi milineal. Hal ini membuat harga baterai menjadi terjangkau lebih terjangkau tiap tahunnya. Masyarakat kini juga sudah mulai berganti menggunakan lampu LED yang lebih ramah lingkungan.
Sikap yang perlu diambil oleh Indonesia
Saat ini tidak hanya ilmuwan luar saja yang sedang membuat inovasi-inovasi ramah lingkungan tetapi juga ilmuwan di dalam negeri bahkan mahasiswa. Dengan penggunaan energi dan teknologi yang ramah lingkungan secara masal menjadikan harga dari produk tersebut terjangkau. Dahulu kita memiliki pikiran bahwa jika ingin semakin kaya maka harus menghasilkan emisi gas yang lebih banyak. Nyatanya saat ini industri-industri tersebut telah dikelilingi oleh banyak industri yang berubah haluan untuk lebih berkomitmen menjadi perusahaan ramah lingkungan. Tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk tidak menerapkan mindset seperti ini. Pasar terbuka lebar hanya tinggal pemerintah dan pelaku bisnis untuk benar-benar berkomitmen.