Mohon tunggu...
Khanif Hidayatullah
Khanif Hidayatullah Mohon Tunggu... -

Jepara, Central Java Communication '15 State Islamic University Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Masjid Menara Kudus Menjadi Saksi Islam Nusantara Penuh Toleransi

31 Desember 2015   14:17 Diperbarui: 31 Desember 2015   14:26 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Menara Kudus sebuah bangunan yang menyimpan makna istimewa peninggalan Wali yang menjunjung tinggi nilai toleransi

Kudus, sebuah kabupaten kecil di daerah utara pulau Jawa. Kabupaten yang dijuluki sebagai kota kretek, dikarenakan daerah Kudus sebagai cikal bakal tumbuh dan berkembangnya produk tembakau tersebut sampai sekarang dan banyak masyarakat yang menggeluti produk rokok dalam bentuk industri. Kudus menjadi daerah penyebaran awal perkembangan agama Islam. Kota yang menyimpan kereligiusan yang tak tergerus zaman .

Kabupaten Kudus mempunyai dua wali yang terkenal dan masuk dalam Sembilan Wali (Walisongo) yang pertama yaitu Raden Djakpar Shodiq masyarakat menyebut beliau sebagai Sunan Kudus seorang wali yang berjasa besar terhadap perkembanagan dan penyebaran agama Islam terutama daerah Kudus. Lokasi pembelajaran agama Islamnya bagian Kudus daerah kota dan yang kedua adalah Umar Said atau Sunan Muria, karena beliau menyebarkan Islam di daerah gunung Muria. Sunan Muria adalah putra dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

Di Nusantara khususnya tanah Jawa sebelum datang Islam masyarakat sudah memiliki budaya kental yaitu Hindu dan Budha. Sunan Kudus dalam penyebaranya beliau sangat mengapresiasi budaya setempat karena Islam sejatinya adalah rahmatan lil alamin. Maka Sunan Kudus dengan kecerdasanya membangun Masjid Al-Aqsa berdampingan dengan menara Islam yang bercorak hindu agar masyarakat tidak aneh dengan agama baru alhasil banyak warga sekitar yang datang untuk mempelajarai agama Islam.

Masjid Menara Kudus berada di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Pada awal dibangunya Masjid Al-Aqsa Kanjeng Sunan Kudus meletakkan batu pertama yang berasal dari Baitul Maqdis, Palestina. Ornamen masjid tak meninggalkan budaya lokal. Kayu, sebagai bahan yang populer di Jawa pada zaman dahulu, terdapat di masjid sebagai penyangga. Di dalam masjid maupun di serambi masjid terdapat gapura awal pembuatan masjid oleh Kanjeng Sunan yang masih terjaga nilai keoentikanya.

Terdapat pula dua tombak yang digunakan pada masa kesultanan Demak. Mihrab masjid terdapat sebuah prasati bertuliskan arab Kuno. Bagian padasan wudhu terdapat delapan pancuran berornamen arca yang kental kental dengan filosofi agama Budha. Saat memasuki area Masjid Menara Kudus depan halaman terdapat dua gapura yang pertama memisah dan yang kedua menyatu.

 

Menara Kudus bangunan yang menyerupai sebuah pura yang menjulang setinggi sekitar 18 m. Banyak hiasan piring kuno yang menghias disekeliling bangunan. Bangunan konstruksi menara seperti filosofi pada bangunan hindu yaitu terdiri dari 3 bagian: kaki, badan, dan puncak. Tapi terdapat perbedaan dengan bangunan-bangunan hindu yang banyak di Jawa karena dibawah pemerintahan Majapahit. Perbedaanya yaitu menara tidak terdapat relief yang menceritakan antropologi pada masa itu yang kita temui banyak di candi-candi Hindu dan yang kedua tidak ada juga sebuah arca. Sampai sekarang Menara Kudus masih difungsikan untuk memukul bedug dan mengumandangkan adzan.

Sunan Ngudung adalah panglima perang masa pemerintahan Kesultanan Demak beliau wafat saat melakukan ekspansi ke Kerajaan Majapahit. Jiwa panglima dan ahli strategi perang menurun ke putranya Sunan Kudus. Selain seorang panglima perang menggantikan ayahanda, Sunan Kudus juga pandai dalam berdagang maka dari itu daerah Kudus hingga saat ini menjadi basis perdagangan dan industri yang maju. Sunan Kudus banyak menimba ilmu dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Maka dari itu pembelajaran kurikulum Islam tak jauh beda dengan gurunya yaitu mengapresiasi dan mengakulturasi dengan budaya lokal.

Ada suatu hal yang menarik, selain bentuk toleransi dalam bidang arsitektur bangunan, Kanjeng Sunan juga memberikan toleransi dalam bentuk wejangan kepada para santri dan keturunanya untuk tidak menyembelih hewan sapi. Walaupun hewan sapi dalam syari’at agama halal tapi dilarang menyembelih agar menghormati masyarakat yang dahulu banyak beragama hindu, dalam tradisi masyarakat hindu hewan sapi disucikan. Maka dari itu masih banyak hewan yang bisa kita makan dan tidak menyinggung masyarakat pada masa itu. Sampai dengan saat ini penduduk Kabupaten Kudus hampir sebagian besar tidak menyembelih dan mengkonsumsi hewan sapi. Terlihat pada makanan khas Kabupaten Kudus seperti soto kudus, sate kudus, pindang kebo berbahan dasar dari daging kerbau.

Dibelakang Masjid terdapat makam Sunan Kudus yang berada di sebuah cungkup, dan kompleks pemakaman keluarga dan alim ulama maupun senopati perang. Setiap harinya banyak pengunjung lokal maupun daerah lain untuk berziarah dan wisata religi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun